jihad perang
jihad perang

Jihad Syar’I atau Jihad Emosi

Jihad merupakan salah satu bentuk pembelaan umat Islam yang paling tinggi. Salah satu bentuk jihad adalah dilakukan dengan perang. Namun, tidak semua perang bisa dikatakan jihad. Hanya peperangan yang memenuhi syarat dan aturan syar’i bisa dikatakan jihad.

Istilah jihad pun kerap menjadi bahan propaganda murahan. Hanya karena tokoh dan panutannya tersangkut hukum, para penggemar dan pengikutnya mudah meneriakkan kata jihad dan perang. Lalu, untuk apa sebenarnya jihad? Kenapa jihad menjadi alat pembenaran semata?

Jihad adalan puncak agama. Begitulah nukilan hadist yang dikutip dalam kitab Nashoihul ibad karangan Syeikh Muhammad Ibnu Umar Nawawi AlJawi. Namun, jihad dengan makam yang tinggi itu dilakukan jika perang sudah berhukum fardhu ain. Perang yang menuntut keikutsertaan seluruh umat Islam dan memenuhi aturan dan syarat Syariah.

Jihad sebagai puncak agama tidak boleh dimaknai serampangan hanya untuk teriakan di tengah jalan. Tidak ada jihad perang hanya untuk memenuhi emosi dan membela kelompok saja. Jihad dilakukan untuk membela kepentingan agama dan umat Islam. Jika hanya sekedar emosi justru akan merusak makna jihad yang sangat mulia dan tinggi.

Karena emosi dalam perang jihad yang sesungguhnya Sayyidina Ali tidak mengurungkan membunuh lawannya yang sudah terkapar. Sang musuh meludahi Sayyidina Ali sehingga ia terbakar emosi. Beliau tidak mau melanjutkan perang karena khawatir perangnya bukan untuk jihad fi sabilillah, tetapi hanya untuk memuaskan emosi.

Karena itulah, niat jihad dan cara jihad menjadi penting dalam Islam. Niat jihad yang bagus kadang dirusak dengan cara jihad yang salah. Begitu pun cara jihad yang sudah sesuai syar’i, tetapi kadang dirusak oleh niat yang salah. Niat dan cara jihad adalah satu paket yang tidak bisa dilepaskan.

Niat jihad harus mengacu pada jihad fi sabilillah untuk meneggakan kalimat Allah dan membela kaum muslimin. Bukan membela kelompok, tokoh, dan apalagi kepentingan politik. Jangan menistakan ajaran jihad yang mulia dengan tujuan yang hina!.

Karena itulah, dalam pandangan Ahlu Sunnah Wal Jamaah, ada beberapa syarat penting dalam melaksanakan jihad. Pertama, maksud atau niat jihad untuk mencari ridho Allah, berujuan membela agama dan menegakkan tauhid. Jihad bukan untuk mencari popularitas dan dikenal mati syahid. Bukan itu tujuan jihad!.

Kita perlu belajar dari kisah Rasulullah yang menceritakan seorang syahid yang justru masuk neraka. Apa sebab? Dia bangga dengan kesyahidannya dan ia berharap dipuja sebagai pembela agama. Bukan karena mencari ridho Allah.

Kedua, dalam jihad harus optimis meraih kemenangan. Jihad bukan putus asa dan hanya ingin mati mengharap syahid. Syahid itu adalah imbalan bukan tujuan. Tujuan jihad adalah mencari kemenangan untuk membela agama Allah.

Ketiga, dalam jihad tidak menimbulkan mafsadah lain. Karena itulah al-Quran sudah memberikan peringatan kepada umat Islam agar jihad perang tidak boleh dilakukan secara berlebihan. Begitu pun Rasulullah telah memberikan pesan untuk tidak merusak membabi buta dalam peperangan. Lindungi anak kecil, wanita, orang tua, pendeta, bangunan, rumah ibadah bahkan pepohonan. Jangan ada mafsadah karena jihad perang.

Keempat, jihad harus mempunyai tujuan yang jelas untuk menegakkan agama Allah. Bukan karena dorongan duniawi seperti membela partai, kelompok kepentingan dan sentiment politik. Sekali lagi jangan menghina ajaran jihad yang mulia dengan tujuan nista.

Kelima, jihad harus mendapatkan persetujuan dari waliyul amri (penguasa yang sah). Kepala negara yang mengambil keputusan untuk menetapkan jihad. Bukan orang per orang dan per kelompok berkoar-koar jihad perang.

Karena itulah, jihad perang adalah ajaran mulia dan puncak agama. Tidak boleh sembarangan memaknai dan memerintah jihad serampangan. Harus ada niat yang tulus untuk menegakkan kalimat Allah bukan kepentingan duniawi. Dan harus dilakukan dengan cara yang sesuai aturan syar’I dan tidak menimbulkan mafsadah yang lebih besar.

Bagikan Artikel ini:

About Farhah Salihah

Check Also

ramadan

Ramadan Berlalu, Perilaku Koq Masih Seperti Dulu

Hanya sebentar setelah berakhirnya bulan Ramadan, kita sering kali merasakan betapa cepatnya kita melupakan pelajaran …

madinah

Siapa yang Mengangkat Nabi Muhammad Menjadi Pemimpin di Madinah?

Persoalan kepemimpinan politik sejak dulu memang menjadi salah satu perhatian serius umat Islam. Tentu saja, …