arti sebuah jawaban
arti sebuah jawaban

Kaidah Fikih: Arti Sebuah Jawaban

Dalam dialog arti sebuah jawaban mempunyai konsekuensi pemahaman kepada penanya. Karena itulah, penting berhati-hati dalam memberikan jawaban.


Dalam komunikasi sehari-hari yang dilakukan oleh minimal dua orang atau lebih pasti tidak telepas dari adanya dialog. Dalam dialog yang sering muncul adalah kalimat tanya dan jawab. Karena sebuah percakapan akan berlangsung dan mengalir secara alami jika dimulai dengan kata tanya.

Mulai dari hal yang ringan dan bersifat basa-basi sebagai pemanis dalam menjalin keakraban, tanya dan jawab adalah cara komunikasi interpersonal manusia. Mulai dari bertanya tentang kabar, aktifitas, keluarga, hingga persoalan yang mengarah pada problem yang membutuhkan pemikiran dan solusi.

Kata kunci dalam dialog adalah bertanya. Pertanyaan membutuhkan jawaban antara iya dan tidak. Ternyata jawaban iya dan tidak mengandung makna yang kompleks. Inilah kaidah untuk memahami arti sebuah jawaban sebagaimana berikut ini:

اَلسُّؤَالُ مُعَادٌ فِي الْجَوَابِ.

(al-sual mu’adun fi al-jawab)

Artinya: “Pertanyaan itu terulang kembali dalam sebuah jawaban.”

Maksud kaidah ini bahwa jawaban secara global dengan menggunakan kata jawab iya atau bala atas pertanyaan sebelumnya yang detail dan rinci dihukumi mencakup terhadap kandungan dan isi pertanyaan. Sebab kata jawab iya dan tidak bertumpu dan menunjuk terhadap kalimat tanya sebelumnya dan semua kalimat yang muncul dalam pertanyaan esensinya terkandung dalam sebuah jawaban, meskipun tidak diulang lagi lengkap seperti kalimat yang ada dalam pertanyaan.

Misalnya, Rendy bertanya kepada temannya. “Kamu sudah sarapan?” Lalu teman tadi menjawab, “iya”. Jawaban “iya” tersebut andai kata dijabarkan maka mengulang kalimat pertanyaan sebelumnya, yakni “iya aku sudah sarapan.” Oleh karena itu, jawaban iya tidak boleh dibelokkan ke adalam arti lain di luar konteks pertanyaan. Teman Rendy tadi tidak boleh mengelak dan berapologi bahwa jawaban yang dia maksud bukan iya sudah sarapan, tetapi iya sudah mandi.

Dalam gramatika Bahasa Arab terdapat perbedaan dalam penggunaan kata jawab na’am (نعم) dan bala (بلى). Kata na’am digunakan untuk membenarkan pertanyaan sebelumnya. Misalnya, apakah Bunga sudah datang? Na’am, berarti membenarkan bahwa Bunga memang sudah datang. Apakah Shinta tidak hadir? Na’am, berarti membenarkan bahwa Shinta memang tidak hadir.

Akan tetapi, kata bala digunakan untuk menyangkal pertanyaan sekaligus menetapkan kalimat yang terdapat setelah nafi (meniadakan). Contoh, seorang ayah memberi nasihat kepada anaknya yang masih nakal padahal sudah dibelikan sepeda seperti yang diminta. Apakah ayah ini tidak membelikan sepeda yang kamu minta? Jawabnya, bala, yang berarti iya betul ayah telah membelikan sepeda.  

Aplikasi kaidah: seseorang bertanya kepada Pak Darmawan. Apakah bapak mempunyai hutang satu juta kepada saya? Jika Pak Darmawan menjawab iya, berarti dia mengakui (iqrar) bahwa dirinya mempunyai hutang kepada orang tersebut.

Demikian juga semua bentuk pertanyaan yang disodorkan dan dijawab dengan iya, berarti jawaban tersebut mengakui kebenaran semua yang terkandung dalam kalimat tanya. Karena kalimat pertanyaan terulang kembali dalam jawaban.

Misalnya, apakah Anda mencerai istri Anda? Apakah Anda menjual mobil Xenia berwarna hijau? Apakah Anda menyewa rumah di jalan Trunojoyo? Jika jawabannya adalah iya, berarti pengakuan terhadap semua yang terkandung dalam pertanyaan dengan segala konsekuensi hukumnya. Sebaliknya, jika dijawab tidak, berarti pengingkaran terhadap semua isi pertanyaan.

Hikmah kaidah dalam kehidupan. Berhati-hatilah dalam menjawab sebuah pertanyaan, pikirkan dan pertimbangkan segala kemungkinan sebelum mejawab iya atau tidak. Apalagi jika keputusan iya dan tidak tersebut menyangkut hajat kehidupan orang banyak atau akan menjadi pijakan langkah menyongsong masa depan. Jika memiliki waktu longgar untuk menjawab, lakukan istikharah agar langkahmu terarah. []

Wallahu ‘alam

Bagikan Artikel ini:

About Zainol Huda

Alumnus Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo dan Dosen STAI Miftahul Ulum Tarate Sumenep.

Check Also

kaidah fikih

Kaidah Fikih: Serahkan kepada Ahlinya

Merupakan anugerah terindah Sang Pencipta ketika manusia yang ditugaskan menjadi khalifah di bumi memiliki beragam …

tergesa-tergesa

Kaidah Fikih: Beginilah Akibat Tergesa-gesa

Watak dasar manusia memang dirancang oleh Sang Pencipta sebagai makhluk yang suka tergesa-gesa, terburu-buru, dan …