Fikih merupakan bagian dari aspek kehidupan beragama seseorang yang sangat penting dan mendapatkan perhatian yang tinggi di dalam al Qur’an dan hadis. Ilmu ini dipandang sebagai sarana untuk menjadi muslim yang sempurna. Sebab tanpanya ibadah bisa menjadi tidak berfaedah.
Fikih memiliki peran penting sebab nyaris hampir tidak ada kehidupan sehari-hari umat Islam yang tidak tersentuh oleh aturannya. Faktor inilah yang mendorong ulama-ulama Nusantara untuk belajar sampai melakukan rihlah ilmiah hingga ke tanah Makkah dan Madinah sebagai sumber dan pusat ilmu agama.
Dorongan semangat yang kuat itu dikemudian hari melahirkan ulama-ulama dengan kualitas tinggi, alim dan ‘allamah yang memberikan rangsangan kepada kemajuan ilmu pengetahuan keagamaan di Nusantara yang saat itu masyarakatnya tergolong orang-orang yang baru belajar ilmu agama.
Dengan tekun, ilmu yang telah dibawa dari seberang nun jauh itu disalurkan lewat jalur dakwah dan dengan bentuk manuskrip seperti kitab ini yang disusun oleh Al ‘Alim al ‘Allamah Syaikh Wan Muhammad bin Wan Ismail bin Wan Ahmad bin Wan Idris bin Wan Tih bin Syaikh Wan Senik al Karisiqi al Fathani yang juga dikenal dengan Syaikh Muhammad bin Ismail Daudy al Fathani. Ulama-ulama Arab dan Mesir menjulukinya Muhammad Shaghir al Fathani.
Beliau memakai nama Daudy karena mengambil berkah dari datuk saudara beliau yang sangat terkenal kealimannya, yaitu Syaikh Daud bin Abdullah al Fathani.
Kitab berjudul lengkap Mathla’al Badrain wa Majma’ al Bahrain ini pada cetakan pertama dan kedua tanpa pentashih atau tidak ditahqiq (diteliti) sehingga banyak ditemukan kesalahan cetak oleh penerbit. Kemudian dicetak lagi dan ditahqiq oleh Syaikh Ahmad bin Muhammad Zain al Fathani.
Karya yang kalau dibahasakan ke dalam bahasa Indonesia artinya tempat terbit dua bulan purnama dan tempat berhimpun dua laut ini ditulis dengan mengacu kepada kitab-kitab fikih madhab Syafi’I seperti Fathul Wahhab karya Syaikh Zakaria al Anshari, I’anatu al Thalibin karya Sayyid Bakri Satha, Bujairimi ‘ala Khatib oleh Syaikh Sulaiman al Bujairimi, Mughni al Muhtajnya Syaikh Muhammad bin Ahmad al Khatib al Syarbini, al Siraj al Wahhaj Syarah ‘ala Matnu al Minhaj karya Syaikh Muhammad al Zahri al Ghamrawi, Hasyiah al Bajuri karya Karya Syaikh Ibarahim al Bajuri dan Kifayah al Akhyar karya Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad.
Kitab-kitab yang dijadikan referensi dalam kitab Mathla’al Badrain ini semuanya termasuk “kutub al mu’tabarah”. Oleh karena itu validitasnya tidak diragukan. Sehingga sejak selesai ditulis pada 12 Sya’ban 1303 H/ 16 Mei 1886 M sampai saat ini tetap dijadikan pegangan sebagai bahan ajar di beberapa pesantren dan sekolah tinggi seperti di Brunei dan Malaysia.
Secara ringkas, isi kitab Mathla’al Badrain ini seperti lazimnya dimulai dengan muqaddimah, setelah itu mengurai keutamaan mengikuti al Qur’an, hadis dan pendapat ulama. Sebelum masuk pada pembahasan fikih terlebih dulu menjelaskan soal aqidah, seperti mengenal sifat-sifat Allah, Rasul dan lain-lain. Baru kemudian membicarakan fikih secara lengkap.
Karya ini terbilang otentik dan validitasnya tak diragukan karena menggunakan catatan kaki atau nota kaki yang disebut “dhabit” oleh orang Melayu. Benar-benar mencirikan karya ilmiah klasik yang dapat dipertanggungjawabkan. Tak heran kalau popularitasnya tetap membumbung sampai saat ini.