Puasa memang bukan ibadah khas Islam. Setiap agama memiliki ibadah ini. Penjelasan ini juga dapat ditemukan dalam kisah dari naskah kuno nusantara.
Sebagaimana dikisahkan dalam Serat Centini, mengenai kisah dialog antara Ki Ajar, seorang resi Budha dan Jayengsari, putra dari Sunan Giri. Bermula Jayengsari bertamu dan meminta penjelasan terkait dengan ajaran Budha. Namun setelah Ki Ajar menjelaskan panjang lebar ajaran Budha, ia balik bertanya pada Jayengsari seputar ajaran kenabian yang dikenal dalam Islam.
Dikisahkan, untuk menjawab pertanyaan itu, Jayengsari mengutip kitab Bayanudaya, atau dalam versi Arabnya berjudul Bayanul Adyan (penjelasaan agama-agama). Kata Jayengsari, dalam kitab itu dijelaskan ada enam syariat Nabi penyebar agama. Dan masing-masing dijalani oleh umat yang berbeda-beda.
Pertama adalah syariat Nabi Adam, yang berbunyi asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna adama fitratullah (aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Adam adalah ciptaan Allah). Dalam syariat nabi Adam ini, waktu shalat dalam sehari semalam sebanyak 10 kali. Kitab sucinya sebanyak 10 jilid. Puasa wajib dilaksanakan setiap bulan pada tanggal 29 dan 30.
Kedua adalah syariat yang diturunkan kepada Nabi Nuh. Bunyinya syahadatnya, asyhadu alla ilaha illaallah wa asyhadu anna nuh khalifatullah (saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Nuh adalah khalifah Allah). Syariat yang diajarkan oleh nabi Nuh di antaranya mewajibkan shalat sehari semalam sebanyak 12 kali. Kitab sucinya sebanyak 10 jilid. Sedangkan puasa yang diwajibkan hanyalah sehari semalam di akhir bulan saja.
Ketiga adalah syariat nabi Ibrahim. Bunyi kalimatnya, asyhadu alla ilaha illaallah, wa asyhadu anna ibrahima khalilullah, (saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Ibrahim adalah kekasih Allah). Dalam syariat yang dibawa Ibrahim, diwajibkan shalat sebanyak 22 kali untuk sehari semalam. Sedangkan puasa yang diwajibkan setiap hari jum’at.
Adapun syariat yang keempat adalah syariat nabi Musa. Bunyi syahadatnya, asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Musa kalamullah (saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Dan saya bersaksi bahwa Musa adalah perantara firman Allah).
Dalam syariat Musa, perintah shalat yang diwajibkan sebanyak 40 kali dalam sehari semalam. Kitabnya bernama Taurat yang pada nabi Daud dikenal dengan Zabur. Dalam syariat Musa dikenal dengan hukuman setimpal. Yaitu, jika orang membunuh maka hukumannya juga dibunuh balik. Sedangkan puasa yang diwajibkan sebanyak 40 hari dalam setahun.
Syariat kelima adalah yang diturunkan kepada nabi Isa. Bunyi syahadatnya, asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna isa ruhullah (saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Isa adalah Ruh Allah). Dalam syariat Isa, shalat yang diperintahkan hanya seminggu sekali pada hari Ahad sebanyak 50 rakaat. Sedangkan puasa yang diwajibkan hanya pada hari-hari Paskah saja.
Syariat yang keenam adalah syariat yang terakhir, diturunkan kepada Nabi Muhammad. Syahadatnya, asyhadu alla ilaha illaallah wa asyhadu anna muhammadan rasulullah (saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah). Perintah shalat yang diwajibkan 5 kali dalam sehari semalam. Sedangkan puasa yang diwajibkan selama sebulan penuh pada bulan Ramadhan.
Demikian cuplikan tentang puasa yang kita kenal ternyata sudah menjadi syariat yang dijalankan oleh agama-agama terdahulu, atau yang disebut agama samawi. Lebih jelas, ungkapan ini tersirat di dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 183.
Dalam kisah ini, setelah mendengar penjelasan demikian, Ki Ajar sebagai seorang resi Budha merasa sepakat dan mendapati ada kesamaan dengan agama yang dianutnya. Wallahu a’lam bishowab.