Bulan Ramadan layaknya pendidikan kilat yang bertujuan mencetak insan yang berpredikat muttaqin (manusia yang bertakwa). Segala sarana dan fasilitas yang disediakan di dalamnya difokuskan untuk memberikan pelatihan kepada penggunanya agar di akhir proses benar-benar menjadi manusia yang bertakwa dengan sebenar-benar takwa. Fasilitas yang disuguhkan benar-benar eksklusif, terbukanya kesempatan mendapat pahala dengan kualitas premium, leburnya dosa hingga tak tersisa, merupakan menu andalan Ramadan yang mampu menjadi magnet bagi siapapun yang ingin meng-update posisinya di tingkatan derajat muttaqin.
Maka tak heran jika Ramadan menjadi ajang berburu kebaikan. Dorongan dan antusiasme untuk melakukan kebaikan semakin besar dan kuat. Sesungguhnya orang yang benar-benar terhalang adalah orang yang terhalang rahmat dan ampunan Allah di bulan ini. Atas dasar inilah kaum muslimin berlomba-lomba mengikuti diklat satu bulan ini dengan tidak menyia-nyiakan segala aturan dan anjuran yang harus dijalani selama satu bulan, dengan harapan puncaknya akan diwisuda menjadi lulusan yang berpredikat muttaqin untuk kemudian mengaplikasikan ilmu dan ajaran yang didapat dalam menata kehidupan di luar Ramadan.
Selain menghidupkan malam-malam Ramadan dengan sahalat tarawih, zikir, membaca Al-Qur’an, terdapat pelatihan dan penempaan diri untuk belajar berbagi dengan sesama. Maka, memperbanyak sedekah juga menjadi amalan yang begitu marak di bulan ini. Dalam praktiknya, sedekah diwujudkan dalam berbagai macam bentuk.
Menyuguhkan makanan untuk jamaah shalat tarawih, membagi-bagikan makanan kepada tukang becak, menyediakan air minum dan snack untuk jamaah tadarus Al-Qur’an, hingga mengundang sanak famili dan masyarakat sekitar untuk acara buka bersama dengan menyuguhkan makanan terbaik sesuai kemampuannya. Di samping anjuran memperbanyak sedekah, sebenarnya tradisi buka bersama merupakan pengamalan terhadap hadis Nabi yang berbunyi:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئاً
Artinya: “Barang siapa menyuguhkan buka bagi orang yang berpuasa, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang tersebut, tetapi tidak mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun”. (Sunan At-Turmudzi, No. 812).
Hadis ini menjelaskan pahala orang yang menyuguhkan buka kepada orang yang berpuasa, yaitu memperoleh pahala puasa sebagaimana puasa yang dijalankan oleh orang yang disuguhi buka, tanpa mengurangi pahala puasa orang tersebut. Ketika para sahabat mendengar hadis ini mereka mengadu kepada Nabi, “tidak semua orang di antara kami mampu melakukan ini ya Rasul”. Para sahabat berpikir bahwa menyuguhkan buka yang mendapat pahala sama dengan orang yang berpuasa haruslah berupa makanan yang mengenyangkan dan istimewa. Mereka pesimis dengan keberkahan semacam ini karena tidak semua orang mampu melakukannya.
Namun, Kanjeng Nabi menjawab, “Allah menganugerahkan pahala demikian dengan hanya menyuguhkan segelas susu, atau sebiji kurma, bahkan seteguk air saja sudah cukup. Menyuguhkan makanan atau minuman untuk berbuka tidak harus mewah. Bagi mereka yang mampu menyuguhkan lebih dari sekedar segelas susu, tentu lebih afdal dan sempurna jika menyuguhkan yang terbaik sesuai kapasitas kemampuannya. Karena dalam hadis riwayat Imam Baihaqi Nabi bersabda, “barang siapa yang mengenyangkan orang yang berpuasa, maka Allah akan memberikan minuman dari telagaku yang mampu menghilangkan rasa haus hingga ia masuk surga”. (Abu al-‘Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi, II/350).
Imam Izzuddin bin Abdissalam dalam karyanya, Maqashid al-Shaum menuturkan bahwa orang yang menyuguhkan buka kepada orang yang berpuasa sebanyak 36 orang, sama halnya dengan berpuasa selama satu tahun. Terakhir, dalam menyediakan menu buka yang pahalanya sangat besar, tentu harus didapatkan dari usaha yang halal. Sebuah kebaikan harus ditopang dengan sarana dan prasarana yang baik pula untuk mencapai hasil maksimal dan sempurna.
Dalam kaitan ini, Kanjeng Nabi bersabda, “barang siapa menyuguhkan buka bagi orang yang berpuasa di bulan Ramadan yang dihasilkan dari usaha yang halal, maka para malaikat akan membacakan shalawat sepanjang malam-malam bulan Ramadlan dan akan bersalaman dengan Jibril pada malam lailatul qadar, dan barang siapa bersalaman dengannya, maka hatinya akan diliputi kasih sayang. (Izzuddin bin Abdissalam, Maqashid al-Shaum, 18., Abu al-‘Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi, II/350). []
Wallahu a’lam Bisshawab!