benteng
benteng

Tiga Langkah Melindungi Diri dari Ajaran dan Ajakan Ekstremisme

Maraknya isu terorisme, konflik antara kelompok, gerakan intoleransi dan gesekan antar kelompok, suku, dan agama menambah daftar panjang konflik horizontal yang terjadi di Indonesia. Lebih menyedihkan beberapa aksi kekerasan kadang dilakukan atas nama membela agama.

Kasus terakhir inilah yang juga menjadi tantangan negara dan termasuk agama. Ada kelompok yang memiliki paham ekstrem dan radikal dalam melakukan kekerasan atas nama agama. Kondisi ini menunjukkan pemahaman ajaran agama secara tekstual, kaku dan eksklusif.

Memang tak dapat dipungkiri, radikalisme memiliki multi faktor mulai dari pemahaman yang parsial, salah memahami ajaran Rasulullah SAW tanpa merujuk kepada pemahaman yang benar termasuk juga masalah politik berupa penindasan dan penjajahan yang menjadi pemicu tindakan radikalisme.

Menurut Al- Maghfirullah KH. Hasyim Muzadi, paham radikalisme dalam Islam disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor pemahaman seseorang terhadap Islam dan penyalahgunaan Islam untuk perorangan.

Pemahaman ini lahir akibat pandangan ekslusif yang hanya membenarkan kelompoknya sendiri dan tidak dapat memahami kelompok lain dalam ber-Islam. Klaim dan monopoli kebenaran ini akan melahirkan fanatisme mulai dari yang lunak sampai yang paling berat. Fanatisme yang paling berat yaitu hizbul takfiriyyah, yaitu kelompok yang menganggap bahwa orang yang berada di luar kelompoknya sebagai kafir.

Oleh karena itu, diperlukan upaya membentengi diri kita agar tidak mudah terjerumus pada pemahaman yang ekstrem dan radikal. Setidaknya ada beberapa langkah bagi kita bersama untuk melindungi agar tidak mudah terpengaruh doktrin dan ajaran radikalisme dan ekstremisme.

1.     Memahami Perbedaan Sebagai Fitrah Manusia

Perbedaan seringkali dipahami dan dianggap sebagai sebuah bencana. Padahal, perbedaan merupakan sunnatullah dan sudah barang tentu perbedaan adalah sesuatu yang mutlak ada.

Perbedaan yang ada, tentu harus disikapi secara arif dan bijaksana. Karena dengan perbedaan tersebut manusia dapat saling mengenal dan dapat menyayangi antar sesama. Perbedaan merupakan suatu yang alami dan menjadi fitrah manusia, sebagaimana disebutkan secara eksplisit oleh Allah SWT dalam firman-Nya  :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

 “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”. (Q.S Al-Hujurat: 13).

Perbedaan bila dipahami sebagai kenyataan bahwa ia ada sebagai hal natural, sebagai pemberian dari Allah, tentu dapat memperkaya dan menumbuhkan sikap hidup bersama dan kompetisi yang sehat. Oleh kerenanya masyarakat plural selalu dituntut untuk dapat hidup berdampingan, yang dipenuhi persaingan secara sehat, sehingga membuahkan rahmat yang penuh cinta kasih di dalam kebhinekaan.

Orang yang mampu menerima perbedaan dan memiliki penghargaan terhadap keragaman tidak akan mudah terpengaruh paham ekstremis dan radikalis. Berusaha menerima perbedaan adalah cara untuk membentengi diri kita dari ekstremisme dan radikalisme.

2.     Meneguhkan Kembali Misi Risalah Rasulullah

Sebagai umat Nabi Muhammad SAW, sudah barang tentu harus meneladani akhlak Nabi Muhammad yang sangat terpuji dengan mengaktualiasikan dalam kehidupan sehari-hari.  Semangat untuk meneladani akhlak Nabi Muhammad SAW yang ramah, santun, cinta damai, toleran, dan penuh kasih sayang terhadap sesama harus terus dipupuk, diaktuliasaikan dan dikontektualiasikan zaman dan kehidupan kekinian.

Hal ini secara jelas disampaikan Allah dalam firman-Nya;

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. alAnbiya’: 107).

Oleh karena itu, meneguhkan kembali misi rislah kenabian yaitu dengan memahami ajaran agama dengan baik dan mengkontekstualisasikan ajaran tersebut seiring dengan semangat zaman.

Ketika seseorang komitmen pada misi risalah Nabi ia dengan mudah menolak berbagai ajakan kekerasan atas nama Tuhan sekalipun. Ketika seseorang memahami risalah Nabi sebagai rahmat, ia tidak akan mudah dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk melakukan kekerasan atas nama ajaran agama.

3.     Menyebarkan Islam dengan Rahmat dan Kasih Sayang

Islam sebagai agama yang membawa kedamaian, keselamatan, dan kebahagiaan hidup bagi manusia di dunia dan akhirat. Dalam penyebarannya Islam dapat tumbuh dan dianut oleh masyarakat luas tidak dilakukan dengan paksaan dan caracara kekerasan, melainkan dengan jalan yang damai, bijaksana, santun, dan mengedepankan pendekatakan dialogis.

Islam adalah agama yang cinta damai. Islam memerintahkan untuk saling menyayangi antar sesama manusia, dalam Islam tidak dikenal dan tidak ada ajaran kekerasan yang dapat mengganngu ketertiban umum dan meresahkan masyarakat.

Jika memahami penyebaran Islam yang dipenuhi dengan nilai-nilai cinta damai dan kasih sayang serta tidak ada paksaan, kita akan memiliki benteng diri agar tidak mudah terpengaruh paham ekstrem dan radikal. Muslim yang baik adalah muslim yang secara individual dan sosial mampu menangkal paham ekstrem dan radikal baik di masa maupun yang akan datang.

Bagikan Artikel ini:

About Ahmad Cahyo

Mahasiswa Program S2 PTIQ Jakarta

Check Also

Hari Santri

Memperingati Hari Santri Sebagai Wujud Hubbul Waton Minal Iman

Sebagaimana kita ketahui bahwa sejak tanggal 22 Oktober 2015 telh ditetapkan sebagai peringatan hari santri …

meninggal di tanah suci

Belajar dari Peletakan Hajar Aswad : Praktek Demokrasi Ala Nabi

Pada saat ini banyak Negara islam ataupun Negara yang mayoritasnya adalah muslim turut mengadaptasi sistem …