wakaf
wakaf

Wakaf Berjangka Solusi Efektif Di Masa Pandemi

Bantuan pemerintah kepada yang terdampak Covid-19 benar-benar terasa manfaatnya. Namun tidak seutuhnya menuntaskan belitan problem ekonomi masyarakat bawah. Masalah krusial kesulitan ekonomi ini sejatinya bukan hanya tanggung jawab negara, semua elemen masyarakat harus ikut terlibat untuk menuntaskannya.

Sebagai umat Islam, terutama kalangan yang mampu, harus aktif dalam usaha pengentasan kesulitan ekonomi yang dialami oleh saudara-saudara yang lain. Langkah ini tidak cukup sekedar memanfaatkan momen-momen keagamaan tertentu. Misalnya, kurban dan zakat.

Sebetulnya ada solusi paling efektif dengan nilai pahala ganda. Yakni, konsep wakaf berjangka. Praktik meraup pahala melalui pelaksanaan anjuran wakaf dan pahala membantu sesama.

Wakaf adalah menyerahkan barang kepada pihak lain untuk dikelola dan pemanfaatan hasilnya didistribusikan untuk kemanfaatan bersama. Misal untuk pendidikan, masjid, mushalla dan yang lain. Umumnya, wakaf berupa tanah yang diserahkan kepada pengelola dan status tanah tersebut beralih hak menjadi tanah wakaf untuk selamanya. Bukan tanah wakif (orang yang mewakafkan) lagi. Dalam istilah fikih dikenal ta’bid atau pelepasan hak untuk selamanya.

Sedangkan wakaf berjangka adalah penyerahan harta yang sifatnya sementara. Misal wakaf tanah selama dua puluh tahun. Lalu, apakah wakaf model ini memiliki legalitas hukum?.

Dalam al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah dijelasakan secara rinci seputar pendapat ulama empat madhab fikih tentang hukum wakaf berjangka ini. Menurut pendapat mayoritas ulama madhab Syafi’i wakaf berjangka hukumnya tidak sah. Alasannya, dalam term wakaf tidak boleh ada batasan waktu. Pendapat ini diamini oleh madhab Hanafi dan pendapat paling kuat dalam madhab Hanbali. Hal ini seperti dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Raudhatu al Thalibin bahwa diantara syarat wakaf adalah ta’bid (selamanya).

Berbeda dengan pendapat di atas,  madzhab Maliki tidak mensyaratkan ta’bid. Oleh sebab itu, wakaf berjangka hukumnya sah. Pendapat ini juga merupakan terkuat kedua madhab Hanbali dan sebagian ulama madhab Syafi’i. Selain dalam kitab al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah, pendapat ini juga bisa dijumpai dalam kitab Hasyiyatu al Shawi ‘ala al Syarh al Shaghir.

Dengan demikian, wakaf berjangka bisa dipraktekkan karena legalitas hukumnya sudah jelas. Selanjutnya tinggal keinginan dan kemauan umat Islam yang mampu untuk melaksanakan amalan yang bernilai ibadah ini. Tentu, hal ini lebih efektif menuntaskan problem belitan kesusahan yang menimpa mayoritas kaum dhuafa sebab terdampak Covid-19 secara langsung maupun tidak.

Bisa kita bayangkan, seandainya satu orang saja mewakafkan satu hektar tanah untuk dikelola selama setahun, sepuluh kepala keluarga atau bahkan bisa lebih yang akan menerima manfaatnya. Dan ini seperti memberi pancing yang bisa dipakai menangkap ikan dalam jangka waktu tak terbatas, bukan memberi ikan yang habis dimakan sekali.

Bagikan Artikel ini:

About Khotibul Umam

Alumni Pondok Pesantren Sidogiri

Check Also

sirah nabi

Pesan Nabi Menyambut Ramadan

Bulan Ramadan, atau di Indonesia familiar dengan sebutan Bulan Puasa, merupakan anugerah yang diberikan Allah …

imam ahmad bin hanbal

Teladan Imam Ahmad bin Hanbal; Menasehati dengan Bijak, Bukan Menginjak

Sumpah, “demi masa”, manusia berada dalam kerugian. Begitulah Allah mengingatkan dalam al Qur’an. Kecuali mereka …