Pepatah yang terdapat pada judul artikel ini sangatlah populer. Senjata seharusnya menjadi pelindung diri dari ancaman dan serangan musuh. Justeru yang terjadi adalah sebaliknya, ia membahayakan dan menjerumuskan tuan si empunya. Itulah yang disebut senjata makan tuan.
Dalam realitas sosial dapat dijumpai ungkapan-ungkapan ataupun cemoohan yang pada awalnya ditujukan untuk menyerang lawan, namun malah berbalik justeru menjadi celah kelemahan yang dapat digunakan lawan untuk menyerang dirinya. Terkadang karena diliputi rasa emosi yang membara meluncur sebuah pernyataan yang tanpa disadari akan merugikan dirinya sendiri.
Di sisi lain terdapat pernyataan yang memang muncul dari sebuah kesadaran untuk memenuhi hak-hak orang lain yang melekat pada dirinya. Inilah yang disebut dengan pengakuan secara jantan dan bertanggung jawab. Apapun motif sebuah ungkapan jika itu merupakan pengakuan yang mengandung hak-hak orang lain yang harus dipenuhi, maka akan terjaring oleh kaidah fiqh berikut ini:
اَلْمَرْءُ مُؤَاخَذٌ بِاِقْراَرِهِ.
(al-mar’u muakhadzun bi iqrarihi)
Artinya: “Seseorang akan diberatkan oleh pengakuannya.”
Maksud kaidah ini bahwa pengakuan seseorang akan memberatkan dirinya sebagai konsekuensi dari apa yang telah diakuinya, dengan catatan pengakuan tersebut muncul dari orang yang dewasa, berakal serta dalam kondisi tidak dipaksa. Dengan demikian, jika sebuah pengakuan muncul dari anak yang belum dewasa, orang idiot, gila, kurang akal, atau karena terpaksa, maka pengakuan tersebut tidaklah berkonsekuensi hak dan kewajiban. Terkecuali dipaksa mengaku dalam kasus pencurian, pengakuan semacam ini menurut sebagain ulama tetap berlaku. (Ahmad bin Syekh Muhammad al-Zarqa’, Syarh al-Qawaid al-Fiqhiyyah, (Damaskus: Dar al-Qalam, Cet. II, tt.), 401., Muhammad Mushthafa al-Zuhaili, Al-Qawaid al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fi al-Mazahib al-Arba’ah (Beirut: Dar al-Fikr, Cet. III, 2009), 574).
Aplikasi kaidah: Pak Subandri mengaku bahwa dirinya mempunyai hutang lima juta kepada Pak Agus, atas dasar pengakuan tersebut maka Pak Subandri bertanggung jawab membayar hutang tersebut kepada Pak Agus.
Pak Hasan mengaku tidak pernah memberi nafkah kepada isteri keduanya yang menjadi kewajiban bagi dirinya, maka isteri boleh melakukan apa saja terkait hak-haknya terhadap suami yang tidak memberi nafkah.
Hikmah kaidah dalam kehidupan: dibutuhkan keberanian dan kejantanan dalam pernyataan sebuah pengakuan demi terlaksananya hak-hak orang lain. Kunci utama adalah kejujuran terhadap apa yang sudah menjadi kewajiban bagi dirinya. Kejujuran menjadi makhluk yang sangat langka di zaman yang penuh retorika dan manipulasi seperti sekarang ini, namun tak berarti mustahil adanya.[]
Wallahu a’lam Bisshawab.