Kaidah ini semacam sub-kaidah dari kaidah sebelumnya yang mengunggulkan pihak pelaku sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang diperbuatnya. Jika pada kaidah yang lalu pelaku bersanding dengan pihak yang menyuruh, yang mempunyai gagasan, berbeda dengan kaidah ini di mana pelaku bersanding dengan orang yang menjadi perantara yang menyumbang terhadap terjadinya kasus yang dilakukan pihak eksekutor. Bahkan, menjadi …
Read More »Kaidah Fikih: Tanggung Jawab Dipundak Pelaku
Berani berbuat berani bertanggung jawab, sebuah ungkapan yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu perbuatan yang berkonsekuensi hukum jika menimbulkan tanggung jawab, tentu yang logis bertanggung jawab atas semuanya adalah si empunya perbuatan (pelaku). Tak peduli perbuatan itu dilakukan atas inisiatif siapa. Hukum yang didefinisikan dengan titah Allah yang menyasar perbuatan mukalaf, memang menjadikan perbuatan (al-fi’l) sebagai objek. Dengan demikian, …
Read More »Kaidah Fikih: Legalitas Syariat Menafikan Tanggung Jawab
Sesuatu yang dianggap benar dalam dunia ini tidak selalu berbanding lurus dengan kebaikan. Kebenaran tidak selalu berjalan monoton dan ajek. Kebenaran memiliki aspek keliru jika dipotret dari sudut pandang tertentu. Sebaliknya, sesuatu yang dianggap salah dalam konteks tertentu justru mengandung kebaikan. Konsep inilah yang kemudian memunculkan adagium, tak ada kebenaran yang sejati, tak ada kebenaran yang hakiki. Keragaman dan pluralitas …
Read More »Kaidah Fikih: Hasil Tak Mendustai Proses
Kecenderungan mayoritas manusia hanya melihat kemegahan hasil yang tercapai saat ini, tanpa harus tahu dan peduli terhadap proses apa yang telah dijalani. Budaya instan yang melanda generasi melinial ini tidak hanya berlaku dalam soal makanan yang serba instan. Tak terkecuali dalam menggapai kesuksesan dan cita-cita corak pandang yang digunakan juga menjadi instan. Padahal, sebuah kesuksesan gemilang yang tersemat pada orang …
Read More »Kaidah Fikih: Tanggung Jawab Berbanding Maslahat
Equilibrium mampu mempertahankan keberlangsungan kehidupan dalam berbagai aspek. Kaidah ini merupakan kaidah cabang dari sebelumnya, masih seputar tema keseimbangan. Perbedaan dengan kaidah sebelumnya terletak pada tataran teknis saja. Jika kaidah sebelumnya berbicara tanggung jawab yang tentu mengandung resiko, baru kemudian diimbangi dengan hasil atau manfaat yang diterima. Sebaliknya, kaidah ini berbicara soal manfaat terlebih dahulu, baru sebagai konsekuensi manfaat yang …
Read More »Kaidah Fikih: Keseimbangan antara Manfaat dan Resiko
Siklus kehidupan dunia mengikuti dan tunduk terhadap pola keseimbangan. Ekosistem makhluk hidup tidak terlepas dari pola yang sama, yaitu keseimbangan. Jika salah satu komunitas, entah hewan reptil atau jenis hewan lain, mengalami kepunahan akan berimbas pada keseimbangan ekosistem lain yang akan mengancam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Di situlah letak keadilan Tuhan. Antara satu spesies dengan spesies lain terdapat …
Read More »Kaidah Fikih: Siapa Cepat Dia Dapat
Segala yang ada di muka bumi Tuhan ciptakan untuk kepentingan makhluk yang bernama manusia. Tidak ada satupun yang sia-sia dalam ciptaan-Nya, hanya terkadang manusia belum mampu mengungkap mafaat apa yang terdapat di balik segala yang ada. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan dalam surat Ali Imran [3] ayat 191: “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka …
Read More »Kaidah Fikih: Boleh Mengambil Harta Orang Lain Asal…
Siapapun tidak dibenarkan secara serampangan mengambil harta milik orang lain. Sebab Islam sangat menghargai hak milik seseorang. Akan tetapi, ada situasi dan keadaan tertentu yang dibenarkan mengambil paksa harta orang lain, meskipun pemiliknya tidak merelakan. Kaidah berikut merupakan cabang dari kaidah sebelumnya tentang menghargai hak orang lain. Jika seseorang tidak diperkenankan mengotak atik harta yang bukan haknya, demikian pula tidak …
Read More »Kaidah Fikih: Instruksi yang Sia-sia
Sebuah perintah tidak boleh serta merta ditelan secara mentah-mentah. Dalam posisi normal perintah tetaplah harus dikaji dan dipikir secara matang. Apakah mengandung kebaikan atau malah mencelakakan. Tentu tidak boleh gegabah dalam menerima instruksi, sebab jika ternyata perintah tersebut tidak benar maka menjadi batal dan nonsen sebelum dilaksanakan. Kaidah berikut merupakan cabang dari kaidah sebelumnya tentang menghargai hak orang lain. Jika …
Read More »Kaidah Fikih: Sulitnya Persyaratan Menentukan Keagungan Nilai
Kaidah berikut ini menjadi semacam rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam menetapkan syarat.
Read More »Kaidah Fikih: Jangan Sembarang Obral Janji
kaidah ini bahwa janji-janji yang dilontarkan seseorang dalam bentuk ta’liq (digantungkan dengan sebuah pencapaian atau prestasi tertentu) harus dipenuhi.
Read More »Kaidah Fikih: Wajib Menjaga Komitmen
Maksud kaidah ini bahwa syarat dan kriteria yang sudah sepakati bersama harus dijaga dan dipertahankan sebagai sebuah komitmen bersama.
Read More »Kaidah Fikih: Menggantungkan Syarat yang Belum Ada
Kaidah ini berbincang soal syarat yang masih menggantung, bagaimana status keberlangsungan hukum dari perbuatan yang masih bergantung pada syarat yang belum terpenuhi saat ini.
Read More »Kaidah Fikih: Mencegah Lebih Mudah dari pada Memberantas
setiap perbuatan yang dapat mencegah terjadinya sebuah hukum itu lebih mudah dari pada menghilangkan atau menggagalkan hukum
Read More »Kaidah Fikih: Mempertahankan Lebih Mudah dari pada Memulai
Sebuah pepatah yang begitu populer menyatakan bahwa mempertahankan lebih sulit daripada mendapatkan atau memulai. Pepatah ini acapkali mendapatkan pembenaran aplikatif dalam dunia bisnis, terutama di bagian marketing ataupun dalam menjalin hubungan bahtera rumah tangga dan hubungan yang serius menuju singgasana pelaminan. Dalam dunia marketing ketika sebuah produk sudah berhasil menempati alam pikir obyek target pasarnya, tugas selanjutnya bagaimana mereka bisa …
Read More »Kaidah Fikih: Menularkan Hukum
Serupa tapi tak sama, sebuah peribahasa yang menggambarkan dua entitas yang terlihat sama, tetapi memiliki hal-hal yang berbeda, ciri, karakter, dan atribut yang menyertainya. Contoh sederhana dua anak yang terlahir kembar. Mereka memiliki raut wajah yang mirip dan serupa. Cara berpakaian dan kesukaan sama, namun terkadang sifat dan karakter berbeda, yang satu cengeng, yang lain tangguh. Realiatas seperti ini juga …
Read More »Kaidah Fikih: Peran Seorang Penerjemah
Dalam kajian ushul fikih terdapat tema tentang bahasa. Pertanyaan yang muncul apakah bahasa bersifat tauqifiy, sesuatu yang datang dari Tuhan, bukan sebuah usaha kreasi manusia. Pendapat yang didukung jumhur ulama ini menjelaskan bahwa seluruh bahasa telah diajarkan Tuhan kepada manusia. Hal ini terbukti dari adu ketangkasan antara Adam dan malaikat yang protes mengapa manusia yang dijadikan khalifah di muka bumi. …
Read More »Kaidah Fikih: Satu Obyek, Beda Status
Dalam kehidupan sosial tak jarang dijumpai perilaku yang berbeda atas obyek yang sama berdasarkan pemaknaan sosial individu terhadap situasi yang melingkupi lingkungannya. Dalam kajian teori sosial perilaku demikian berada pada ranah kajian teori interaksionisme simbolik. Interaksionisme simbolik merupakan salah satu teori yang acap kali digunakan dalam sebuah penelitian sosial. Teori ini terkait erat dengan pemikiran Max Weber yang mengatakan bahwa …
Read More »Kaidah Fikih: Isyarat yang Penuh Makna
Keberagaman adalah sunnatullah, hukum alam yang mustahil dinafikan. Keberagaman menjadi penanda yang membatasi garis demarkasi antara Sang Pencipta dan yang diciptakan (makhluk). Dari berbagai segi seluruh makhluk sangatlah beragam. Demikian pula yang terjadi pada makhluk yang bernama manusia. Mulai dari fisik, pikiran, kecenderungan, hoby, semua tidak tunggal. Seolah menegaskan bahwa ke-tunggalan hanyalah milik Yang Maha Tunggal. Dari cara berkomunikasi, berekspresi, …
Read More »Kaidah Fikih : Tulisan Sepadan dengan Ucapan
Dunia yang dilipat, sebuah judul buku yang ditulis oleh Yasraf Amir Piliang terbit pertama pada tahun 1998. Realitas dunia semakin ke sini semakin ‘mengkerut’. Dunia telah memasuki realitas baru yang tercipta akibat pemadatan, pemampatan, peringkasan, pengecilan, dan percepatan. Sehingga dunia seperti sebuah lipatan kecil yang bisa dijangkau dalam hitungan menit. Makanan siap saji dalam hitungan menit dapat kita santap di …
Read More »Kaidah Fikih: Sesuatu yang Gugur Tidak akan Kembali
Setiap hak yang telah gugur, tidak akan pernah ada lagi untuk yang kedua kalinya. Hak yang telah gugur berposisi sama dengan barang yang tidak ada. Sebuah ungkapan atau pernyataan yang kadung meluncur dari lidah seseorang akan menjadi pijakan yang berkonsekuensi hukum, andai berkaitan dengan hak dan kewajiban. Dalam akad transaksi ungkapan dan pernyataan menjadi indikator keputusan yang diambil oleh kedua …
Read More »Kaidah Fikih: Pengganti Yang Dapat Mewakili
Tak ada rotan akar pun jadi. Peribahasa ini mengungkapkan keterwakilan dalam kondisi terpaksa. Dari pada kosong pengganti lebih baik ada meskipun pas-pasan. Idealnya pengganti harus sama dengan yang digantikan. Dalam struktur organisasi selalu terselip jabatan pengganti yang diistilahkan dengan wakil. Wakil akan bertindak menggantikan posisi yang diwakili ketika dibutuhkan. Jika pemegang jabatan asal tidak ada, maka wakil tampil untuk menggantikan. …
Read More »Kaidah Fikih: Pondasi Ambruk Bangunan Pun Roboh
Kaidah ini berbicara tentang sesuatu yang keberadaannya menjadi asal dan pondasi terhadap keberadaan yang lain. Jika asal atau dasar gugur, sesuatu yang berpijak kepadanya juga gugur. Pondasi, dasar, asal, al-ashl (bahasa Arab) adalah sesuatu yang dijadikan pijakan oleh sesuatu yang lain. Sementara cabang, ranting, al-far’u (bahasa Arab) adalah sesuatu yang berpijak di atas sesuatu yang lain. Pondasi rumah adalah bangunan …
Read More »Kaidah Fikih: Menimbang Dua Hal Yang Kontradiktif
Kaidah ini berbicara tentang cara menimbang dua hal yang kontradiktif atau bertentangan. Mana kira-kira yang didahulukan? Kontradiksi adalah hukum alam (sunnatullah) yang sengaja diciptakan agar terjadi dialektika demi keberlangsungan alam itu sendiri. Dialektika dalam dunia filsafat merupakan teori Hegel yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang terdapat di alam semesta merupakan hasil dari pertentangan antara dua hal yang memunculkan hal baru, …
Read More »Kaidah Fikih: Ketika Badai telah Berlalu
Kaidah kali ini tentang hukum yang terhalangi pemberlakuannya karena ada rintangan. Ketika penghalang itu sudah tidak ada, hukum dapat diberlakukan kembali. Idealisme selalu menempel pada tataran konsep. Karena konsep merupakan hasil pemikiran yang ideal. Pada tataran praktik akan berhadapan dengan berbagai macam persoalan. Demikian juga dengan hukum, pada tataran konsep sangat ideal dan sempurna, namun praktik di lapangan akan mengalami …
Read More »