Tag Archives: kaidah fikih

Kaidah Fikih: Menjilat Air Ludah Sendiri

ludah sendiri

Sebuah pepatah mengatakan air ludah yang sudah keluar tak mungkin dijilat kembali. Pepatah ini mengandung makna bahwa apa yang telah keluar dari mulut seseorang berupa ucapan tidak mungkin ditarik kembali dan dilakukan ralat. Tentu hukum ini berlaku terhadap ungkapan yang mengandung hak dan kewajiban yang terkait dengan dirinya dan orang lain. Apapun yang telah menjadi keputusan yang melibatkan kehadirannya, bahkan …

Read More »

Kaidah Fikih: Senjata Makan Tuan

senjata makan tuan

Pepatah yang terdapat pada judul artikel ini sangatlah populer. Senjata seharusnya menjadi pelindung diri dari ancaman dan serangan musuh. Justeru yang terjadi adalah sebaliknya, ia membahayakan dan menjerumuskan tuan si empunya. Itulah yang disebut senjata makan tuan. Dalam realitas sosial dapat dijumpai ungkapan-ungkapan ataupun cemoohan yang pada awalnya ditujukan untuk menyerang lawan, namun malah berbalik justeru menjadi celah kelemahan yang …

Read More »

Barang yang Sudah Dibeli Tidak Dapat Dikembalikan

barang yang sudah dibeli

Kalimat yang tertera pada judul artikel ini sangat familiar dalam dunia bisnis, terutama yang bergerak di bidang perdagangan barang, mulai dari pakaian, alat bangunan, forniture, dan peralatan rumah tangga. Dalam keseharian klausul tersebut dengan mudah dapat ditemukan dalam struk pembelanjaan di mini market atau super market yang menjamur di Indonesia seperti Alfamart, Indomart, ataupun sebagian market lokal. Sepintas lalu klausul …

Read More »

Kaidah Fikih: Yang Tersembunyi Menjadi Tampak

kaidah fikih

Tak ada yang mampu menyelam dan memahami hati dan pikiran seseorang. Pikiran, niat, bisikan hati hanya diketahui oleh pemiliknya, dia dan Tuhan. Perilaku dan tindakan yang tampak terkadang tak mewakili apa yang terbersit dalam hati. Namun demikian, setiap tindakan mempunyai motif tersendiri yang bisa terbaca melalui analisis terhadap indikator-indikator tertentu. Seorang sosiolog berkebangsaan Jerman, Max Weber membagi tipe tindakan sosial …

Read More »

Kaidah Fikih: Keterbatasan Sebuah Pengakuan

kaidah ungkapan

Kodrat alam menyatakan bahwa perjalanan kehidupan dunia adalah pertarungan dua kutub yang berlawanan, min-plus. Kehidupan akan berjalan dinamis jika dua elemen ini saling berpacu dan mengisi satu sama lain. Sesekali butuh gesekan untuk memercikkan semangat juang dan memperjelas posisi masing-masing. Dari titik itu lalu perjuangan dimulai dan kehidupan dapat dimaknai. Min-plus akan terus eksis selama kehidupan masih berlangsung. Tak terkecuali …

Read More »

Kaidah Fikih: Asas Praduga tak Bersalah

praduga tak bersalah

Masih segar dalam ingatan sekitar 20 tahun yang lalu saat Gus Dur menjabat sebagai orang nomor wahid di negeri ini. Beliau pernah melontarkan gagasan tentang asas pembuktian terbalik. Dengan sistem pembuktian terbalik, seseorang yang diduga menilep uang negara wajib membuktikan dirinya bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sontak saja gagasan ini membuat pihak-pihak yang terancam merasa geram dan berusaha sekuat …

Read More »

Kaidah Fikih: Bukti yang Valid Sama dengan Kenyataan

kaidah tentang bukti

Kaidah asal menyatakan bahwa pada prinsipnya setiap individu terbebas dari segala tanggung jawab, tuduhan, gugatan, dan segala hal yang berupa pembebanan dan ganti rugi. Hukum asal ini akan terus berlangsung secara normal, kecuali ditemukan dalam kenyataan individu tersebut telah melakukan hal-hal yang berakibat berubahnya hukum bara’ah (keterbebasan dari segala bentuk tanggung jawab). Misalnya, secara sah dan nyata seseorang telah melakukan …

Read More »

Kaidah Fikih: Menyikapi Tindak-Tanduk Hewan

tindakan hewan

Objek yang menjadi perhatian dalam hukum adalah perilaku manusia (fi’i al-mukallaf). Di luar perilaku tidak tersentuh oleh hukum, meskipun masih berhubungan dengan manusia. Karena secara definisi dalam syariat Islam, hukum adalah titah Tuhan yang berhubungan dengan perilaku manusia berupa tuntutan untuk mengerjakan atau meninggalkan serta pilihan di antara keduanya. Oleh karena itu, jika terdapat perintah yang mengandung hukum, tetapi berhubungan …

Read More »

Kaidah Fikih: Kriteria Tindakan yang Beresiko

kaidah resiko

Ketika terjadi sebuah insiden, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, sebisa mungkin ingin terbebas dari tanggung jawab. Bahkan, terkadang saling tuding satu sama lain, seolah mau melempar tanggung jawab. Dalam kondisi tidak menguntungkan terkadang manusia memang cenderung menghindar, meskipun terkait dengan tanggung jawabnya kepada orang lain. Tidak hanya pihak pelaku, dari sisi korban terkadang juga menggunakan kesempatan aji mumpung, yang awalnya …

Read More »

Kaidah Fikih: Faktor Kesengajaan Menjadi Tolok Ukur

kaidah fikih kondisi dinamis

Agama Islam begitu detail dan hati-hati dalam menghargai hak sesama manusia. Di satu sisi Islam sangat menghargai dan menjunjung tinggi kepemilikan harta dan jiwa orang lain. Namun, di sisi lain Islam tetap memperhatikan secara proporsional terhadap hak-hak pribadi masing-masing manusia. Dengan demikian, Islam tidak serta-merta dan semena-mena membebankan tanggung jawab kepada seseorang yang terlibat dalam aksi kerusakan, baik harta maupun …

Read More »

Ingin Tahu Puasamu Batal atau Tidak? Ini Kaidah Fikih Tentang Hal yang Membatalkan Puasa

jangan takut berpuasa

Yang membatalkan puasa, seperti termaktub dalam kitab-kitab fikih, diantaranya makan, minum, persetubuhan, dan aktivitas yang semakna dengan ketiganya. Sehingga dalam praktiknya yang dapat membatalkan puasa banyak sekali. Supaya lebih mudah untuk mengetahui sesuatu yang membatalkan puasa, para ulama kemudian mencoba membuat kaidah umum sebagai alat deteksi pembatal puasa. Tapi, sebagaima lazimnya kaidah fikih, tentu ada yang dikecualikan dari kaidah-kaidah tersebut. …

Read More »

Kaidah Fikih: Faktor Tidak Sengaja Bukanlah Alasan Menggugurkan Tanggung Jawab

tidak sengaja

Pepatah agama menyatakan, manusia tempat salah dan lupa. Disebut manusia yang dalam bahasa Arab adalah al-insan dikarenakan sifat lupa yang melekat kepadanya, summiya al-insan li nisyanih. Sudah menjadi kodrat manusia bahwa salah dan lupa terkadang timbul bukan karena faktor kesengajaan. Akan tetapi, Islam sangat menghargai dan menjunjung tinggi kepemilikan dan hak orang lain. Dalam kaitan ini, Islam mengharamkan tindakan semena-mena …

Read More »

Kaidah Fikih: antara Pelaku dan Perantara

perantara

Kaidah ini semacam sub-kaidah dari kaidah sebelumnya yang mengunggulkan pihak pelaku sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang diperbuatnya. Jika pada kaidah yang lalu pelaku bersanding dengan pihak yang menyuruh, yang mempunyai gagasan, berbeda dengan kaidah ini di mana pelaku bersanding dengan orang yang menjadi perantara yang menyumbang terhadap terjadinya kasus yang dilakukan pihak eksekutor. Bahkan, menjadi …

Read More »

Kaidah Fikih: Tanggung Jawab Dipundak Pelaku

kaidah fikih kondisi dinamis

Berani berbuat berani bertanggung jawab, sebuah ungkapan yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu perbuatan yang berkonsekuensi hukum jika menimbulkan tanggung jawab, tentu yang logis bertanggung jawab atas semuanya adalah si empunya perbuatan (pelaku). Tak peduli perbuatan itu dilakukan atas inisiatif siapa. Hukum yang didefinisikan dengan titah Allah yang menyasar perbuatan mukalaf, memang menjadikan perbuatan (al-fi’l) sebagai objek. Dengan demikian, …

Read More »

Kaidah Fikih: Legalitas Syariat Menafikan Tanggung Jawab

kaidah fikih ungkapan

Sesuatu yang dianggap benar dalam dunia ini tidak selalu berbanding lurus dengan kebaikan. Kebenaran tidak selalu berjalan monoton dan ajek. Kebenaran memiliki aspek keliru jika dipotret dari sudut pandang tertentu. Sebaliknya, sesuatu yang dianggap salah dalam konteks tertentu justru mengandung kebaikan. Konsep inilah yang kemudian memunculkan adagium, tak ada kebenaran yang sejati, tak ada kebenaran yang hakiki. Keragaman dan pluralitas …

Read More »

Kaidah Fikih: Hasil Tak Mendustai Proses

kaidah fikih proses

Kecenderungan mayoritas manusia hanya melihat kemegahan hasil yang tercapai saat ini, tanpa harus tahu dan peduli terhadap proses apa yang telah dijalani. Budaya instan yang melanda generasi melinial ini tidak hanya berlaku dalam soal makanan yang serba instan. Tak terkecuali dalam menggapai kesuksesan dan cita-cita corak pandang yang digunakan juga menjadi instan. Padahal, sebuah kesuksesan gemilang yang tersemat pada orang …

Read More »

Kaidah Fikih: Tanggung Jawab Berbanding Maslahat

keseimbangan

Equilibrium mampu mempertahankan keberlangsungan kehidupan dalam berbagai aspek. Kaidah ini merupakan kaidah cabang dari sebelumnya, masih seputar tema keseimbangan. Perbedaan dengan kaidah sebelumnya terletak pada tataran teknis saja. Jika kaidah sebelumnya berbicara tanggung jawab yang tentu mengandung resiko, baru kemudian diimbangi dengan hasil atau manfaat yang diterima. Sebaliknya, kaidah ini berbicara soal manfaat terlebih dahulu, baru sebagai konsekuensi manfaat yang …

Read More »

Kaidah Fikih: Keseimbangan antara Manfaat dan Resiko

keseimbangan

Siklus kehidupan dunia mengikuti dan tunduk terhadap pola keseimbangan. Ekosistem makhluk hidup tidak terlepas dari pola yang sama, yaitu keseimbangan. Jika salah satu komunitas, entah hewan reptil atau jenis hewan lain, mengalami kepunahan akan berimbas pada keseimbangan ekosistem lain yang akan mengancam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Di situlah letak keadilan Tuhan. Antara satu spesies dengan spesies lain terdapat …

Read More »

Kaidah Fikih: Siapa Cepat Dia Dapat

kaidah yang cepat

Segala yang ada di muka bumi Tuhan ciptakan untuk kepentingan makhluk yang bernama manusia. Tidak ada satupun yang sia-sia dalam ciptaan-Nya, hanya terkadang manusia belum mampu mengungkap mafaat apa yang terdapat di balik segala yang ada. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan dalam surat Ali Imran [3] ayat 191: “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka …

Read More »

Kaidah Fikih: Boleh Mengambil Harta Orang Lain Asal…

mengambil hak

Siapapun tidak dibenarkan secara serampangan mengambil harta milik orang lain. Sebab Islam sangat menghargai hak milik seseorang. Akan tetapi, ada situasi dan keadaan tertentu yang dibenarkan mengambil paksa harta orang lain, meskipun pemiliknya tidak merelakan. Kaidah berikut merupakan cabang dari kaidah sebelumnya tentang menghargai hak orang lain. Jika seseorang tidak diperkenankan mengotak atik harta yang bukan haknya, demikian pula tidak …

Read More »

Kaidah Fikih: Instruksi yang Sia-sia

kaidah perintah

Sebuah perintah tidak boleh serta merta ditelan secara mentah-mentah. Dalam posisi normal perintah tetaplah harus dikaji dan dipikir secara matang. Apakah mengandung kebaikan atau malah mencelakakan. Tentu tidak boleh gegabah dalam menerima instruksi, sebab jika ternyata perintah tersebut tidak benar maka menjadi batal dan nonsen sebelum dilaksanakan. Kaidah berikut merupakan cabang dari kaidah sebelumnya tentang menghargai hak orang lain. Jika …

Read More »