Kitab Kuning
Kitab Kuning

Belajarlah Ilmu Agama dari Guru yang Bersanad

Pemanfaatan media sosial dewasan ini bak bah tak terbendung. Apalagi sejak kemunculan internet di era 90-an, tidak hanya mempengaruhi kehidupan sosial manusia, tetapi juga menyentuk aspek kehidupan beragama.

Tak sulit untuk menemukan jawaban atas problem tersebut. Searching di google atau peramban lainnya, adalah aktifitas selancar yang cukup mengasyikkan. Selain untuk menemukan pengetahuan agama, hiburanpun juga didapat.

Lantas bagaimana status pengetahuan (ilmu) yang didapat di google atau via agamawan di chanel youtube? Masih perlukah sanad pengetahuan di era maya nirkabel ini?

Banyak sekali tampil ke permukaan tokoh yang mendadak disebut ustadz dengan kapasitas nihil, tapi dengan popularitas yang mewah. Mereka seolah lebih otoritatif menyampaikan ilmu agama dibanding para ulama dan kiayi yang telah lama bergelut dengan khazanah keilmuan Islam yang sistematis.

Persoalannya bukan sekedar kapabilitas dan kualitas, tetapi adakah sanad keilmuan dari para ustadz-ustadz tersebut? Memperlajari ilmu agama tidak sekedar membaca, tetapi membutuhkan bimbingan.

Bahaya Ilmu tanpa Guru

Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…

من قال في القرآن بغير علم فليتبوأ مقعده من النار

Artinya : ”Barangsiapa yang berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.al-Nasa’i: 7820).

Hadits ini hendak menjelaskan bahwa al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan tidak bisa dipelajarai secara autodidak. Artinya harus ada seorang guru yang membimbingnya demi untuk menemukan pengetahuan yang sebenarnya selaras dengan pengetahuan Allah dan RasulNya.

Al-Zarqani mengutip perkataan Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”. (Syarah al-Mawahib al-Diniyyah, 5/453)

Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy, (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan”. (Taj al-A’ras 1/164). Jika demikian, maka ilmu pengetahuan agamanya akan cenderung mengelabuinya, membimbingnya ke ruang kesesatan. Bukan mendekatkan diri kepada Allah, tapi malah makin menjauhkan dirin dari Allah. Karena Syetan yang memberinya bimbingan.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda

بلغوا عني ولو آية ، وحدثوا عن بني إسرائيل ولا حرج ، ومن كذب علي متعمدا ، فليتبوأ مقعده من النار

Artinya : “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa-apa (tidak dosa). Dan siapa yang berdusta atasku (menyampaikan sesuatu yang tidak pernah Nabi sampaikan) dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka”. HR Bukhari, 3292).

Hakikatnya, kita hanya boleh menyampaikan satu ayat yang diperoleh dari ulama yang disampaikan secara turun temurun yang bersumber langsung dari Nabi Muhammad. Oleh karenanya ulama dikatakan sebagai pewaris Nabi.

Ulama sebagai Sambungan Sanad Keilmuan

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR Ibnu Hibban: 88).

Para Ulama’ menerima ilmu yang sejati dari Rasulullah melalui sanad guru ke guru hingga bersambung kepada Rasulullah, ilmu pengetahuan, uatamanya agama yang diterima atau diajarkan oleh Ulama’ adalah ilmu pengetahuan yang lengkap dan sempurna. Dikatakan lengkap karena mereka tidak akan berani menambah apalagi mengurangi kebenaran ilmu tersebut. Disebut sempurna, karena memiliki mata rantai (sanad) yang jelas.

Ulama pewaris Nabi artinya menerima dari ulama-ulama sebelumnya yang tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Pewaris Nabi artinya menerima dan mengikuti risalah Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan baik dan benar secara kaffah meliputi aqidah (Iman), ibadah (Islam/syariat) dan akhlaq (Ihsan/tasawuf).

Contoh sanad yang tersambung kepada Rasulullah adalah sanad Imam Syafi’i ra.

Imam Syafii berguru kepada Imam Malik, Imam malik berguru kepada Imam Nafi’ (seorang Tabi’ al-Tabiin), Imam Nafi’ berguru kepada Abdullah Ibnu Umar (Tabiin) Abdullah Ibnu Umar berguru kepada ayahandanya Umar Ibn al-Khaththab (Sahabat) Umar Ibn al-Khaththab berguru kepada Rasulullah. Maka mengikuti mata rantai ini pengetahuan yang didapatkan Imam Syafii terjamin orisinalitasnya sesuai denga napa yang diajarkan Rasulullah.

Maka sanad keilmuan menjadi harga mati untuk ditawar oleh siapapun dan dimanapaun serta kapanpun saja. Generasi lama ataupun generasi baru. Saudaraku yang ngajinya di google ataupun Youtube, pahami dulu profil keilmuan penyajinya sebelum memutuskan untuk mendengarkan ceramah agamanya. Kenali siapa dan murid siapa penulisnya sebelum mengambil keputusan untuk membaca tulisannya.

Bagikan Artikel ini:

About Abdul Walid

Alumni Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo

Check Also

hewan yang haram

Fikih Hewan (1): Ciri Hewan yang Haram Dimakan

Soal halal-haram begitu sentral dan krusial dalam pandangan kaum muslimin. Halal-haram merupakan batas antara yang …

tradisi manaqib

Tradisi Membaca Manaqib, Adakah Anjurannya ?

Salah satu amaliyah Nahdhiyyah yang gencar dibid’ahkan, bahkan disyirikkan adalah manaqiban. Tak sekedar memiliki aspek …