Kesohoran Kiai Kholil ternyata bukan hanya sebagai wali Allah yang telah diakui dan banyak mencetak ulama-ulama hebat yang tersebar di Indonesia. Seperti Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Ahmad Dahlan, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Abdul Karim, Kiai As’ad dan masih banyak lagi santri-santri beliau yang menjadi Kiai atau ulama besar di Nusantara.
Tetapi, ternyata Kiai Kholil Bangkalan juga tipikal ulama yang produktif menulis karya. Tersebut di antaranya al Shilah fi Bayan al Nikah, Ratib Syaikhona Kholil, Isti’dad al Maut, Taqrirat Nuzhah Thullab, Tafsir al Kholil, Mukhtashar Fighu al Ibadah, al Matnu Asy Syarifdan masih banyak lagi.
Yang disebut terakhir, yakni kitab al Matnu Asy Syarif kali ini akan dikenalkan secara singkat. Kitab ini tipe kitab matan. Tipis, namun isinya padat seperti kitab-kitab matan fikih pada umumnya. Sebutlah misalnya kitab Taqrib yang sangat dikenal dan digandrungi itu.
Kitab ini selesai ditulis pada hari Rabu tanggal 17 Rajab 1299 H. Untuk pertama kali dicetak oleh Maktabah Musthafa al Babi al Halabi Mesir tahun 1934 M/1353 H. Diteliti ulang oleh KH. Ahmad Qusyairi bin Shidiq Pasuruan. Kemudian beliau terjemah dengan makna Jawa Pegon.
Di Indonesia, kitab ini dicetak oleh Maktabah Khalid bin Ahmad bin Nabhan, Surabaya. Diterjemahkan ke bahasa Madura Pegon oleh Kiai Abdul Majid Tamim dan ditulis oleh Habib Idrus bin Hasan Khirid tahun 1409 H.
Ada yang istimewa pada kitab ini yang tidak ditemukan dalam kitab matan serupa. Beberapa tema justru diulas lengkap layaknya kitab syarah dan hasyiah. Ini yang menjadi kelebihannya.
Sebagai contoh, ketika membahas salam dalam shalat, kata ‘salam’ disepadankan dengan kata ‘tahlil’ yang berarti menghalalkan. Tak lain, karena setelah salam seseorang bebas melakukan hal-hal yang sebelumnya dilarang karena akan membatalkan shalat.
Nilai lebih yang lain, diawal sekali Kiai Kholil menulis bagaimana seorang muslim bisa menjadi hamba yang seutuhnya. Menjadi muslim yang sempurna. Menguraikan nilai-nilai tauhid supaya tertanam sikap yakin dan patuh kepada Allah.
Selanjutnya diulas pula tentang adab dan etika beribadah kepada Allah. Ada perbaduan fikih dan tasawuf disini. Dengan kata lain, sahnya ibadah secara fikih penting dan niscaya, namun etika dan adab juga tidak kalah pentingnya. Dua hal ini bila menyatu akan menambah kesempurnaan nilai ibadah.
Dan, seperti kitab fikih pada umumnya, kitab ini dimulai dengan pembahasan thaharah atau bersuci, kemudian bab shalat lengkap dengan syarat dan pra syaratnya, lalu bahasan merawat janazah (Tajhiz al Janaiz), puasa Ramadhan, i’tikaf dan risalah haji dan umrah sebagai penutup.