Hukum Bermakmum Kepada orang umi
Hukum Bermakmum Kepada orang umi

Bermakmum kepada Orang Umi, Begini Hukumnya dalam Madzhab Syafi’i !

Yang dimaksud orang umi adalah orang-orang yang buruk dalam membaca al Qur’an, khususnya pada surat al Fatihah. Keburukan ini dalam aspek melafadzkan huruf atau harkat sehingga akan merusak kepada makna ayat al Qur’an yang sedang dibaca.

Persoalannya orang umi yaitu pada shalatnya, di mana dalam madzhab Syafi’i membaca al Fatihah merupakan rukun shalat. Orang yang tidak membaca al Fatihah, maka shalatnya tidak sah. Atau mengurangi huruf atau harkat dalam al Fatihah, maka ia tidak dianggap membaca al Fatihah sehingga shalatnya juga tidak sah.

Akan tetapi ulama Syafi’i tidak mempersoalkan shalatnya umi sekalipun bacaannya tidak benar dan merubah makharijul huruf atau merubah harkat, atau sampai mengurangi huruf atau harkat. Sebab itu sudah batas kemampuannya. Allah swt tidak memaksakan kepada hambanya terhadap sesuatu di luar kemampuannya. Allah swt berfirman:

لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا

Artinya: Allah tidak akan membebankan kepada diri seseorang kecuali sesuai kemampuannya (QS. Al Baqarah: 286)

Hanya saja orang umi menjadi persoalan manakala ia menjadi imam shalat berjama’ah, sementara ma’mumnya orang yang fashih dalam membaca al Qur’an.

Ada dua pendapat dalam madzhab Syafi’i tentang shalat berjama’ah terhadap orang yang umi. Kedua pendapat tersebut yaitu:

1.    Tidak sah. Ini berdasarkan qaul qadim imam Syafi’i. Akan tetapi ketidak sah an umi menjadi imam dari orang yang fashih jika dalam shalat jahriyah (shalat yang dinyaringkan bacaan imam, seperti Maghrib, Isya’, Subuh dan Jum’at), jika shalatnya sirriyah (shalat yang dipelankan bacaan imam, seperti shalat Dzuhur dan Ashar) maka hukumnya tetap sah.

Alasan terjadinya perbedaan pada shalat jahriyah dan sirriyah sehingga berpengaruh kepada sah dan tidaknya shalatnya makmum yang berjama’ah kepada imam umi adalah karena pada shalat jahriyah, menurut qaul qadim, dengan dinyaringkannya bacaan imam, berarti ia menanggung bacaan makmum. Makmum sekalipun bisa membaca dengan baik tidak wajib membaca al Fatihah lagi karena sudah ditanggung imam. Padahal imam yang umi tidak memenuhi syarat dalam membaca al Fatihah. Manakala imam yang umi tidak mampu mewakili bacaan makmum, maka makmum berarti tidak membaca al Fatihah yang merupakan rukun shalat dalam madzhab Syafi’i.

Sementara pada shalat sirriyah, makmum harus membaca sendiri terhadap al Fatihah, karena bacaan imam tidak dinyaringkan. Sehingga imam tidak menanggung bacaan al Fatihah milik makmum.

2.    Sah secara mutlak. Baik shalat jahriyah atau pun shalat sirriyah. Pendapat ini berdasarkan qaul jadid imam Syafi’i.

Menurut qaul jadid, membaca al Fatihah merupakan rukun dalam shalat, sehingga kewajiban ini berlaku bagi imam dan makmum, sekalipun itu shalat jahriyah. Di samping itu, al Fatihah yang merupakan rukun dalam shalat, seandainya imam tidak mampu melakukannya, tidak berpengaruh kepada shalatnya makmum dan jama’ahnya. Yang demikian sama dengan imam yang tidak mampu berdiri kemudian shalat duduk, maka hukum berjama’ahnya sah. Padahal berdiri dalam shalat juga bagian dari rukun shalat.

Demikian kesimpulan dari shalat berjama’ah di mana imamnya berupa orang umi. Akan tetapi pendapat yang paling kuat berdasarkan argumentasi dan dalil yang dikemukakan, adalah pendapat yang kedua.

Bagikan Artikel ini:

About Ernita Witaloka

Mahasantri Ma’had Aly Nurul Qarnain Sukowono Jember Takhassus Fiqh Siyasah

Check Also

caci maki

Hukum Menghina Kinerja Pemerintah

Pada prinsipnya, Islam melarang siapa pun menghina orang lain, termasuk kepada Pemerintah. Menghina termasuk perbuatan …

politik

Siapakah yang Dimaksud Pemimpin Dzalim ?

Dalam salah satu riwayat, ketika Umar bin Abdil Aziz ra diganti menjadi khalifah ia berdiri …