Kaidah ini merupakan penjabaran dari kaidah, idza saqatha al-ashl saqatha al-far’u (apabila asal telah gugur, maka cabang pun menjadi gugur). Ruang lingkup aplikasinya lebih spesifik. Topik pembahasan masih seputar asal dan cabang (al-far’u), cuma istilah yang digunakan sedikit berbeda.
Kaidah ini menggunakan istilah kandungan atau cakupan (al-dlimn) untuk menggantikan istilah cabang. Penjelasan lebih lengkap seperti berikut ini:
اِذَابَطَلَ الشَّيْءُ بَطَلَ مَا فِيْ ضِمْنِهِ.
(idza bathala al-syai’ bathala ma fi dlimnihi)
Artinya: “Apabila sesuatu telah batal, maka batal pula cakupan yang dikandungnya.”
Maksud kaidah ini bahwa setiap transaksi yang gagal disebabkan suatu alasan, maka seluruh syarat dan konsekuensi yang ditimbulkan juga menjadi batal dan gugur. Setiap akad yang dilakukan secara sah akan memiliki konsekuensi hukum yang menjadi akibat dari transaksi tersebut. Namun, jika ternyata akad tadi digagalkan, maka seluruh syarat dan akibat yang ditimbulkan juga gagal dan tidak berlaku.
Aplikasi kaidah: seseorang yang mempunyai tanggungan hutang dalam tempo waktu tertentu, kemudian sebelum jatuh tempo keduanya (pihak yang berhutang dan yang memberi hutang) sepakat bertransaksi jual beli di mana pihak yang berhutang sebagai penjual. Lalu disepakati bahwa harga beli merupakan pembayaran tanggungan hutang yang menjadi kewajibannya. Dengan demikian, hutang yang bertempo menjadi lunas dan beres, maka batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya menjadi gugur, sebab hutang telah terlunasi.
Seluruh rangkaian rukun dan syarat yang telah dilaksanakan pada saat shalat menjadi gugur ketika shalat batal. Seluruh persyaratan dan konsekuensi yang ditimbulkan akad menjadi gugur ketika akad gagal dilaksanakan.
Ketika transaksi jual beli telah terjadi, pihak pembeli mempunyai tanggungan membayar harga sesuai kesepakatan dan barang yang beli sah menjadi miliknya. Namun, jika ternyata barang tersebut adalah milik orang lain, bukan miliki penjual, dan pemilik tidak memperbolehkan untuk dijual, maka kewajiban membayar harga dan kepemilikan akibat jual beli menjadi gugur dikarenakan jual beli gagal dilaksanakan.
Tanggungan suami dalam menafkahi istri yang menumpuk dan tidak dituntut melalui jalur hukum, ketika istri ditalak bain atau ditinggal mati oleh suami, maka kewajiban nafkah tersebut menjadi gugur dikarenakan akad nikah telah gugur.
Rencana-rencana program yang telah dicanangkan dalam satu priode kepemimpinan, selama belum dituangkan dalam sebuah peraturan yang mengikat menjadi gugur seiring tidak terpilihnya kembali sang pemimpin.
Hikmah kaidah dalam kehidupan. Kegagalan dalam menggapai satu impian akan merembet terhadap kegagalan hal-hal yang berkaitan dengannya. Rencanakan dengan baik dan pahami langkah-langkahnya, untuk meminimalisir peluang kegagalan, karena kegagalan tidak tunggal, pasti berakibat kerugian yang lain dan meluas. []
Wallahu ‘alam
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah