politik
patuhi pemimpin

Kaidah Fikih : Soal Kewenangan dan Kekuasaan

Setiap manusia apapun posisi dan kedudukannya dalam strata sosial, tidak akan pernah terlepas dari hak dan kewajiban normatif yang mengikatnya. Dalam bingkai hak, manusia memiliki kewenangan dalam bertindak, baik untuk dirinya sendiri maupun buat orang lain. Keberlangsungan tindakan yang ditujukan untuk orang lain, bukan untuk dirinya, itulah yang dalam fikih disebut dengan wilayah (kewenangan, kekuasaan). 

Wilayah memiliki cakupan yang dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu wilayah ámmah (umum) dan wilayah khasshah (khusus, tertentu, terbatas). Kaidah berikut ini akan mengulas dua wilayah tersebut secara detail dalam term fikih. Bunyi kaidah tersebut sebagai berikut: 

اَلْوِلاَيَةُ اْلخَاصَّةُ أَقْوَى مِنَ اْلوِلَايَةِ اْلعَامَّةِ. 

 (la-wilayah al-khasshah aqwa min al-wilayah al-‘ammah)

Artinya: “Wewenang khusus lebih kuat dibandingkan wewenang yang bersifat umum.”

Maksud kaidah ini bahwa kewenangan khusus berposisi lebih kuat dibandingkan kewenangan yang umum. Dengan demikian, seseorang yang memiliki kewenangan khusus harus didahulukan dari pada orang yang mempunyai kewenangan umum. Dimaksud dengan kewenangan yang bersifat umum, wilayah ‘ammah adalah kewenangan untuk memaksa dan menguasai orang lain serta bertindak atas nama orang tersebut. Kewenangan ini mencakup aspek agama, dunia, jiwa dan juga harta. 

Kewenangan tersebut berkenaan dengan tatanan kehidupan sosial yang menyangkut kesejahteraan, keadilan, keamanan hidup yang bermuara pada menciptakan kemaslahatan dan menghindari mafsadat. Kewenangan umum ini memiliki strata dan tingkatan yang berbeda dan hierarkis. Mulai dari pimpinan tertinggi hingga wakil dan menteri yang mempunyai tugas pokok dan fungsi masing-masing sesuai kekuasaan dan kewenangan yang diamanatkan.  

Sedangkan kewenangan khusus, wilayah khasshah adalah kewenangan dalam mengatur jiwa dan harta secara bersamaan. Kewenangan ini mempunyai empat macam tingkatan. Pertama, kewenangan yang kuat dalam dua aspek jiwa dan harta secara seimbang. Seperti kewenangan seorang ayah dalam mengawinkan anaknya dan mengatur harta bendanya.

Kedua, kewenangan yang sama-sama lemah dalam dua aspek harta dan jiwa. Seperti kewenangan seseorang di luar kerabat atau kerabat jauh terhadap anak yang diasuhnya selama ada kerabat dekatnya. Orang tersebut memiliki kewenangan terhadap jiwa dan harta anak itu, tetapi kewenangan tadi bersifat lemah. 

Ketiga, kewenangan yang kuat pada satu aspek, yakni jiwa, namun lemah dari aspek yang lain, yakni harta. Seperti kewenangan dimiliki oleh selain ayah dan kakek dari kalangan kerabat dekat terhadap anak yang diasuhnya. Keempat, kewenangan yang kuat pada satu aspek, yakni harta, namun lemah dari aspek yang lain, yakni jiwa. Seperti kewenangan seorang penerima wasiat dari ayah atau kakek atas anak yang berada di abawah asuhannya. Orang tersebut kuat dalam mengatur harta anak itu karena faktor telah menerima wasiat.

Jika dua kewenangan dan kekuasaan ini sama-sama ada, yakni wilayah ‘ammah dan wilayah khasshah, maka yang didahulukan dan dimenangkan adalah wilayah khasshah.

Hikmah kaidah dalam kehidupan: seseorang yang menjadi tokoh dan panutan di daerah tertentu lebih berhak dalam mengatur dan memimpin warganya dibanding orang luar meskipun secara ketokohan lebih populer dan lebih berwibawa, terkecuali telah mendapat izin dari yang bersangkutan.[]

Wallahu a’lam Bisshawab.

Referensi:

Muhammad Mushthafa al-Zuhaili, Al-Qawaid al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fi al-Mazahib al-Arba’ah (Beirut: Dar al-Fikr, Cet. III, 2009), hal. 486.

Ibrahim Muhammad Mahmud al-Hariri, Al-Madkhal ila al-Qawaid al-Fiqhiyyah al-Kulliyah, hal. 165.  

Bagikan Artikel ini:

About Zainol Huda

Alumnus Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo dan Dosen STAI Miftahul Ulum Tarate Sumenep.

Check Also

kaidah fikih

Kaidah Fikih: Serahkan kepada Ahlinya

Merupakan anugerah terindah Sang Pencipta ketika manusia yang ditugaskan menjadi khalifah di bumi memiliki beragam …

tergesa-tergesa

Kaidah Fikih: Beginilah Akibat Tergesa-gesa

Watak dasar manusia memang dirancang oleh Sang Pencipta sebagai makhluk yang suka tergesa-gesa, terburu-buru, dan …