maroko
maroko

Menengok Maroko (1): Kerajaan Para Wali dan Kisah Asmara Sepasang Waliyullah

Kerajaan Maroko adalah sebuah negara yang memiliki garis pantai yang sangat panjang di Samudera Atlantik. Ia merupakan salah satu dari hanya tiga negara (dengan Spanyo dan Prancis) yang memiliki garis pantai di Samudra Atlantik dan juga di Laut Mediterania.

Nama Arab “al-Mamlakah al-Maghribiyah” (Al-Maghrib, yang berarti “Barat”) sering digunakan sebagai nama alternatif. Maroko memiliki populasi lebih dari 33.800.000 dan luas 446.550 km2 (172.410 sq mi). Ibu kotanya adalah Rabat. Maroko adalah sebuah monarki konstitusional dengan parlemen yang dipilih. Raja Maroko sekarang adalah Mohamed VI.

Kerajaan Maroko – dari semenjak dahulu – dikenal sebagai negeri para Waliyullah (Wali Allah), karena tersebar di seantero kerajaan ribuan makam suci yang rutin di ziarahi – bukan saja – oleh masyarakat lokal tetapi juga datang dari manca negara. Sehingga disebutkan bahwa tiada suatu kota/daerah di Maroko yang luput dari makam Waliyullah atau orang suci.

Maka Maroko disebut juga sebagai kerajaan para wali dan orang-orang suci. Karena terdapat – tidak kurang – 5000 makam wali yang umumnya adalah para pelaku tharikat sufi yang tersebar di seluruh wilayah Kerajaan Maroko.

Bagi masyarakat Maroko makam waliyullah tersebut dianggap sesuatu yang sakral karena banyaknya warga yang menjadikannya sebagai tempat ziarah spritual, dan meyakini bahwa barakah dari para wali-wali Allah yang terkubur di bawah makam itu dapat menjadi washilah (perantara) tersampaikannya doa-doa atas hajat mereka.

Kisah Asmara Sepasang Waliyullah

Di antara makam Wali Allah yang paling menarik perhatian penulis pada kunjuangan terakhir (Januari ‘20) lalu ke negeri para Waliyullah saat itu adalah makam sepasang wali sejoli yang fenomenal terdapat di wilayah Azemmour, yaitu Lalla ‘Aicha Bahriah dan Molay Bouchuaib. Kedua pasangan sejoli ini mempunyai kisah asmara yang unik, mereka hidup pada awal Abad ke-15 M. atau sekitar abad ke-10 H.

Lalla ‘Aicha pada masanya dikenal sebagai patriotrist atau pejuang wanita yang disegani oleh penjanjah kolonial Perancis, dengan kelihaian berperang dan keberaniannya bersama beberapa pejuang wanita yang bergabung bersamanya membuat kerepotan tentara penjajah di wilayah Dukkalah ‘Abdah. Wujud dan gerakannya bisa terdeteksi oleh pasukan penjajah sampai ia dikabarkan gugur.

Menurut legenda masyarakat Maroko bahwa sesungguhnya Lalla ‘Aicha Bahriah aslinya bukan warga Maroko, tapi ia adalah pendatang dari kota Bagdad (Iraq: sekarang). Ia datang ke Maroko demi untuk mengejar cintanya pada seorang Wali Allah yang tinggal di Azemmour yaitu Molay Bouchuaib.

ALKISAH, bahwa jalinan asmara keduanya terjadi dengan cara tidak umum atau unik, mereka berkomunikasi jarak jauh secara spritual. Dan uniknya, media yang mereka gunakan untuk berkomunikasi adalah “bola” (football).

Konon, jika Molay Bouchouaib yang tinggal di Maroko rindu pada kekasihnya Lalla ‘Aicha yang tinggal di Baghdad, ia hanya mengambil sebuah bola kaki lalu ditendang ke arah Baghdad (Timur) sambil berteriak “terima-lah ini ‘Aicha” …. Maka, Lalla ‘Aicha menerima bola itu kemudian menendangnya kembali ke arah Maroko (Barat) sambil berteriak pula “terima-lah (juga) ini Bouchuaib”… Dan seterusnya…..

Meski ada juga versi lain yang menceritakan bahwa kisah asmara mereka di awali setelah pertemuan pertama di Bagdad, yaitu ketika Molay Bouchouaib berkelana menuntut ilmu ke kota Bagdad dan belajar pada seorang syeikh besar di kota itu yang tidak lain adalah orang tua ‘Aicha sendiri. Namun, cinta mereka kandas karena tidak direstui oleh kedua orang tua ‘Aicha Bahria maka pulanglah Molay Bouchouaib ke Maroko dengan patah hati.

Berkat cinta yang terpendam di dalam hati ‘Aicha Bahri pada Molay Bouchouaib sangat dalam, maka ia memutuskan berkelana ke Maroko untuk menemui sang pujaan hati di Azemmur. Tetapi nahas, sebelum Lalla ‘Aicha Bahriah sampai ke Azemmour ia keburu dijemput ajal dengan sebuah kecelakaan perahu tenggelam di laut menjelang memasuki dermaga Azemmour, dan langsung di makamkan di sana.

Mengetahui kekasihnya meninggal dunia setelah susah payah mencari dirinya, Molay Bouchouaib dirundung rasa penyesalan yang mendalam sehingga ia mengikrarkan dalam hatinya untuk hidup membujang selamanya. Serta berwasiat bila suatu saat ia meninggal dunia agar dimakamkan berdekatan dengan makam Lalla ‘Aicha Bahriah cinta sejatinya itu….

Makam Lalla ‘Aicha Ramai Dikunjungi Peziarah Perawan Tua

Karena melegendanya kisah cinta Lalla ‘Aicha dengan Molay Bouchouaib, meskipun tidak “Happy Ending”, dan keshalehan serta keteladanan keduanya membuat makamnya ramai didatangi pengunjung lokal dan manca negara. Bahkan penziarahnya tidak terbatas pada umat Islam saja tetapi diziarahi pula oleh kelompok-kelompok agama Yahudi dan Nasrani.

Yang lebih unik lagi, adalah makam Lalla ‘Aicha Bahriah yang bersebelahan dengan makam Molay Buoucouaib di Azemmour ini lebih khusus diziarahi oleh (umumnya) perawan tua, yaitu para perempuan yang sudah lama menanti jodohnya tapi belum kunjung datang. Mereka meyakini bahwa keramat Lalla ‘Aicha Bahriah dapat segera mempertemukan jodohnya dan menikah. Berbeda dengan peziarah makam Molay Bouchouaib pengunjungnya biasanya pasangan-pasangan yang menginginkan anak laki-laki atau keturunan.

Ada sebuah pemandangan menarik dan agak menggelitik perut, adalah pada bagian samping dekat makam Lalla ‘Aicha Bahriah terdapat sebuah sumur yang sudah diberikan dinding semi permanent. Sumur tersebut berfungsi sebagai tempat ritual mandi “suci” para peziarah perawan tua (yang ingin segera menemukan jodoh).

Mereka sebelum memasuki area makam terlebih dahulu harus melakukan ritual mandi-mandi di sumur Lalla ‘Aicha, dan – yang lucu – biasanya semua pakaian dalaman yang dipakai para peziarah perempuan tersebut ditanggalkan di sumur itu dan diganti dengan pakaian dalaman baru yang sudah disiapkan.

Mereka meyakini bahwa dengan membuang pakaian dalamannya di sumur itu ia telah membuang sial dan berharap keberuntungan selanjutnya segera mendapatkan jodoh yang diinginkannya. Karena fungsi sumur Lalla ‘Aicha Bahriah yang “vital’ tersebut sehingga sering mengundang hasrat kaum laki-laki, khususnya mereka yang suka “berhalusinasi” untuk selalu mondar-mandir sekitar sumur. Setidaknya menjadi referensi-referensi “ringan” pengantar tidur.

Menurut keterangan permerhati sumur Lalla ‘Aicha, warga setempat menceritakan beberapa pengalaman perempuan-perempuan alumni sumur Lalla ‘Aicha mengatakan bahwa umumnya -kalau tidak semuanya- yang pernah ziarah ke sumur dan makam Lalla ‘Aicha Bahriah menikah dengan jodohnya setelah pulang dari sana.

Wallahu a’lam

Bagikan Artikel ini:

About Dr. Med Hatta

Koordinator Himpunan Alumni Marokko di Indonesia (HIMAMI)

Check Also

haji 2020

Hukum Menunaikan Haji Lebih dari Satu Kali

Berdasarkan kesepakatan ulama bahwa ibadah haji diwajibkan hanya satu kali saja seumur hidup dan jika sudah menunaikannya maka gugurlah kewajiban itu.

kota makkah

Kota Makkah (4) : Sentra Bisnis Tertua dan Pusat Spiritual dan Sosial Umat

Dahulu Kota Makkah tidak hanya menjadi pusat spiritual tetapi juga aktifitas sosial dan ekonomi dari berbagai negara.