Risalah setebal lima puluh tiga halaman ini diterbitkan oleh Badan Kementerian Waqaf Mesir, Kemenag kalau di Indonesia. Secara resmi dicetak dan diterbitkan oleh percetakan al Qahirah, Mesir pada tahun 1437 H atau 2016 M. Risalah yang sangat penting ini belum banyak beredar di Indonesia, karena sangat jarang dijumpai di situs-situs internet, apalagi di toko buku.
Proyek penulisan dan penerbitan kitab ini sebagai respon atas terjadinya tragedi kemanusiaan ‘pemboman Gereja’ yang terjadi di Mesir pada tahun 2016 M. Pemerintah Mesir kemudian menerbitkan risalah ini sekaligus sebagai pernyataan resmi Negara Mesir menolak dan mengutuk kekejaman yang mengatasnamakan Islam serta upaya terciptanya hubungan baik yang harmonis antara pemeluk agama Islam dengan penganut agama yang lain. Risalah ini juga sebagai penegasan, bahwa dalam ranah agama, sesungguhnya pemerintah Mesir hendak mengenalkan sekaligus mewujudkan agama Islam yang rahmatan lil alamin di negeri tersebut.
Meskipun risalah ini bukan resmi sebagai undang-undang fatwa, namun dimaksudkan untuk mengenalkan tradisi Islam yang cinta damai, terutama yang berkaitan dengan hubungan antar agama untuk hidup bersama secara damai. Risalah yang ditulis oleh para ulama dan sarjana-sarjana Negara Mesir yang memiliki keahlian dibidangnya dengan tingkat keilmuan yang tak diragukan, dihadirkan untuk mengenalkan pemahaman Islam yang ‘Kaffah’, moderat dan berkeadilan.
Diawali dengan kalimat pembuka oleh Menteri Agama Mesir, Muhammad Mukhtar Jumu’ah Mabruk, yang menyatakan pentingnya melakukan pembaharuan pemikiran agama, mengkaji peristiwa baru dan mempelajari isu-isu kekinian secara mendalam. Menurutnya, menampakkan wajah Islam yang beradab dan toleran sangatlah urgen, sehingga ketika masuk pada problem keagamaan yang rumit selalu diselesaikan dengan cara yang bijak, bukan dengan kekerasan. Di samping itu pula untuk memantapkan dasar-dasar atau prinsip kewargaan secara komprehensif tanpa diskriminasi serta memberikan dasar-dasar otentik fikih tentang hidup bersama secara damai dengan semua bangsa tanpa membedakan agama, ras, jenis, bahasa dan lain-lain.
Risalah ini membangunkan kesadaran umat Islam, bahwa perbedaan adalah sunnatullah. Tidak ada paksaan dalam agama. Karena kalau Allah menginginkan, tentu umat manusia diciptakan sama dalam segala aspeknya, agama, ras, suku, warna kulit, agama dan semuanya. Perbedaan yang ada merupakan kehendak Allah.
Dalam kitab ini juga disajikan materi yang akan membuka wawasan beragama yang menghormati agama lain, menjaga hak pemeluk agama lain dan untuk memberikan pengarus utamaan prinsip menghormati secara timbal balik. Disamping itu, juga untuk menangkal pikiran yang radikal dan ekstrim . Supaya dunia tahu, bahwa Islam adalah agama yang toleran. Semua yang ditempelkan kepada Islam berupa tindak kejahatan yang memaka baju Islam adalah keliru, karena memang tidak ada kaitannya dengan Islam.
Oleh pertimbangan itu semua, maka diterbitkanlah Risalah Himayatul Kanais fil Islam yang ditulis oleh beberapa sarjana dan ulama pilihan yang berkompeten, dan diteliti kembali oleh mufti resmi Negara mesir, Syauqi ‘Allam.
Risalah ini dimulai dengan kata pengantar oleh Muhammad Mukhtar Jumu’ah, Menteri Agama Mesir. Berikutnya kata pendahuluan yang disampaikan oleh Syauqi ‘Allam, Mufti negara Mesir. Dan setelah itu adalah para ulama dan para sarjana yang menulis bahasan secara detail dan komprehensif masalah konsep menjaga dalam sudut pandang agama Islam. Yaitu, Muhammad Salim Abu ‘Ashi, Abdullah al Najjar, Muhammad Jabali, Muhammad Nabil Ghanayim, Abdul Halim Mansur dan Majdi ‘Asyur.
Risalah Himayatul Kanais fil Islam ini penting untuk memberikan pelajaran pada public tentang ajaran Islam yang sesungguhnya. Terutama yang berhubungan dengan cara hidup bersama dengan pemeluk agama lain, terlebih untuk menyelamatkan generasi Islam berikutnya dari bahaya terorisme.
Karena risalah ini menyajikan materi Islam Rahmatan Lil ‘Alamin berdasar pada sumber primer dan analisa ushuli yang bisa dipertanggung jawabkan. Sebab para ulama dan sarjana yang terlibat dalam penulisan risalah ini benar-benar ahli. Dengan kata lain mereka bukan tokoh karbitan yang belajar dan beragama secara instan.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah