darurat
darurat

Kaidah Fikih Cabang Keempat: Mengukur Kadar Kebutuhan

Kaidah ini sebagai bentuk kesinambungan dan menjadi catatan untuk membatasi dispensasi dan toleransi yang diberikan syariat Islam pada situasi darurat dan kondisi kritis yang menyebabkan kesulitan sebagaimana diulas pada kaidah cabang sebelumnya. Dispensasi yang diberikan tidak boleh melampuai kebutuhan dan tanpa batas.

Oleh karena itu, kaidah ini hadir sebagai kontrol agar aturan dan hukum tidak menjadi liar dengan redaksi sebagai berikut:

اَلضَّرُوْرَاتُ تُقَدَّرُ بِقَدْرِهَا

(al-dlarurat tuqaddaru biqadriha)

“Kondisi darurat harus diukur sesuai kadar kebutuhan”.

Redaksi lain yang lebih mudah dipahami berbunyi:

مَا أُبِيْحَ لِلضَّرُوْرَةِ يُقَدَّرُبِقَدْرِهَا

(ma ubiha liddlarurah yuqaddaru biqadriha)

“Sesuatu yang diperbolehkan karena darurat harus diukur sesuai kadar kebutuhan”.

Kaidah ini menjelaskan bahwa segala tindakan hukum yang diperbolehkan dalam situasi tidak normal, darurat, dan masyakah, hanya diperbolehkan sebatas kebutuhan saja. Dalam arti, tidak diperkenankan berbuat seenaknya melebihi kadar yang dibutuhkan.

Kebolehan sesuatu pada saat darurat tidak boleh melampaui batas kebutuhan. Sebenarnya dasar kebolehan tersebut disebabkan situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, bukan karena secara esensial tindakan tersebut berarti legal secara syar’i.

Aplikasi kaidah

Seseorang yang terpaksa menggunakan/mengkonsumsi harta orang lain dalam kondisi terdesak dan darurat hanya dibolehkan memanfaatkan harta tersebut sesuai kadar kebutuhan, tidak boleh melebihi jatah yang dibutuhkan.

Misalnya, seseorang yang terpaksa harus makan buah pisang milik orang lain dalam keadaan sangat lapar yang mengancam jiwanya, hanya dibolehkan dalam batas mengganjal rasa lapar, sehingga jiwanya tidak terancam. Jika cukup dengan 3 buah pisang saja, tidak boleh menambah menjadi 4, 5 dan seterusnya.

Menurut pendapat yang membolehkan mendirikan shalat Jum’at lebih dari satu dalam satu daerah disebabkan mengalami kesulitan jika harus berkumpul dalam satu tempat, hanya diperbolehkan mendirikan masjid sesuai kebutuhan. Jika sudah cukup dengan dua masjid, maka tidak boleh menambah tiga sampai empat masjid.

Seorang jejaka yang hendak melamar gadis pujaannya dibolehkan melihat calon tunangan dalam proses ta’aruf sebatas kebutuhan saja (wajah dan telapak tangan). Seorang dokter yang hendak mengobati pasien dengan cara membuka aurat tidak boleh melebihi kadar kebutuhan aurat yang harus dibuka.

Hikmah kaidah dalam kehidupan. Dalam mengarungi kehidupan, jangan terlalu mengandalkan dan membuat ketergantungan terhadap orang lain. Jangan berharap banyak dari orang lain. Berusahalah untuk mencari solusi dan mengatasi problem berdasarkan inisiatif sendiri. Manfaatkan bantuan dan kebaikan orang lain di saat terdesak dan sangat membutuhkan. []

Wallahu ‘alam

Bagikan Artikel ini:

About Zainol Huda

Alumnus Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo dan Dosen STAI Miftahul Ulum Tarate Sumenep.

Check Also

kaidah fikih

Kaidah Fikih: Serahkan kepada Ahlinya

Merupakan anugerah terindah Sang Pencipta ketika manusia yang ditugaskan menjadi khalifah di bumi memiliki beragam …

tergesa-tergesa

Kaidah Fikih: Beginilah Akibat Tergesa-gesa

Watak dasar manusia memang dirancang oleh Sang Pencipta sebagai makhluk yang suka tergesa-gesa, terburu-buru, dan …