Islam mengajarkan untuk menghormati tamu Penghormatan itu tidak sebatas pada tutur kata yang halus-mengelus, namun juga dengan perbuatan yang menyenangkan dan mengesankan. Perbuatan tidak hanya menjaga perilaku yang kaku, namun juga pada suguhan dan menu jamuan yang dihidangkan.
Menyuguhkan hidangan adalah bagian dari memuliakan sang tamu. Mari kita simak bagaimana Nabi Ibrahim AS memuliakan tamu Nya sebagaimana diceritkan Allah melalui :
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ (24) إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلَامًا قَالَ سَلَامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُونَ (25) فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ (26) فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ
Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mengucapkan, “Salaman.” Ibrahim menjawab, “Salamun, ” (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata, “Silakan kamu makan.”
Dari ayat di atas dipahami betapa Ibrahim begitu sangat menghormati tamunya. Bahkan Ibrahim menyalani sendiri tamunya. (Tutur Jalaluddin al-Suyuthi, al-Dur al-Mantsur, 9/299).
Saking mulianya status tamu, hingga memuliakannya tergolong bagian dari keimanan seseorang. Sabda Rasul :
ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya.HR: Bukhari: 5679
Berdasarkan dua informasi teks keagamaan ini, Imam Ahmad Ibn Hanbal dan Imam Laits wajib hukumnya memuliakn tamu, namun berbeda dengan Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Syafi’I. menurut mereka tidak wajib tetapi sunnah hukumnya (Al-Jawahir al-Lu’luiyyah, 149).
Ali Ibn Abi Thalib pernah menangis karena selama tujuh hari lamanya tidak kedatangan tamu ke kediamannya. Ditanya kenapa menangis, dia takut Allah akan menghinakannya dengan tidak ada tamu kepadanya (Al-Risalah al-Qusyairiyyah, 253).
Lalu bagaimana bila tamu itu berkunjung di bulan Ramadhan dan iapun tidak berpuasa, masih berkewajibankah memuliakannya? Karena di satu sisi Ramadhan harus juga dimuliakan.
Menurut al-Baghdadi, dan Zakariya al-Anshari haram hukumnya memberikan fasilitas kepada orang yang tidak berpuasa untuk melakukan hal yang diharamkan bagi orang berpuasa seperti makan dan minum di siang hari Ramadhan. Dalam konteks ini sebenarnya memuliakan tamu tetap dilakukan dalam bentuk tutur kata dan perangai yang baik, tetapi tidak dalam menyuguhkan makan dan minum.
Kemuliaan Ramadhan lebih berhak untuk dilestarikan dari pada hanya memuliakan tamu yang tak memuliakan Ramadhan. Masih seseorang yang tidak memuliakan Ramadhan patut dimuliakan. Enggak kan…!? (Fath al-‘Allam, 4/9).