ramadan
ramadan

Keluarga Meninggal Sebelum Mengqadha’ Puasa Ramadan, Ini Solusinya?

Ada problem mengqadha’ puasa Ramadan bagi orang yang telah meninggal dunia sementara ia masih memiliki kewajiban atau hutang puasa. Bagaimanapun puasa Ramadan merupakan kewajiban seorang hamba kepada Allah (haqqullah). Oleh karena itu harus dipenuhi dan tak boleh kurang sedikitpun.

Bagi mereka yang meninggal dunia dan meninggalkan hutang puasa sejatinya masih punya hutang puasa kepada Allah. Namun, tentu saja telah hilang kesempatan untuk melakukan hal tersebut. Lalu, bagaimana solusinya?

Dengan pertimbangan hilangnya kesempatan mengqadha’ (mengganti) puasa untuk mereka yang meninggal, maka mayoritas ulama mengatakan bahwa hutang puasanya itu terhapus dengan sendirinya. Serta tidak pula wajib atas walinya mengqadha’ puasanya atau membayarkan fidyah atasnya.

Dengan catatan, sebelum meninggal sama sekali tidak ada kesempatan untuk mengganti puasa yang menjadi hutang tersebut.  Ada sebab syar’i atau  ’udzur sehingga tidak mampu mengqadha’nya saat masih hidup.

Pendapat mayoritas ulama ini berdasar pada hadis Nabi, ”Jika aku memerintahkan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian.” (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah). Memang benar puasa adalah hak Allah yang mesti dilakukan dan tak boleh cecer sedikitpun. Akan tetapi jika seseorang meninggal maka gururlah semua taklif (kewajiban) atas dirinya, juga walinya.

Namun tidak demikian menurut Thawus dan Qatadah. Orang yang telah meninggal tetap wajib membayar fidyah. Tentu yang membayar adalah wali atau keluarganya. Sebab, yang ditinggalkannya adalah puasa wajib yang gugur kewajibannya kerena ketidakmampuan, sebab rukhshah. Oleh karena itu, tetap wajib membayar fidyah. Kasus ini sama seperti orang tua yang tidak berpuasa karena ketidakmampuan melakukannya. (Al Qawanin Al Fiqhiyyah,110, Al Majmu’ VI, 372, Al Mughni III,142, Mughni Al Muhtaj I,438).

Beda halnya bila orang yang telah meninggal dunia itu memiliki kesempatan untuk mengqadha’, namun belum sempat membayar hutang puasanya. Menyikapi hal ini ulama beda pendapat tentang hukum membayar puasanya.

Apakah keluarganya harus berpuasa qadha’ untuk mengganti hutang puasa orang tersebut ataukah cukup dengan membayar fidyah saja?. Ada dua pendapat para ulama sebagai solusi hukum mengenai masalah ini.

Pertama, ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah, berpendapat bahwa keluarganya tidak wajib mengqadha’ puasanya. Pendapat ini juga merupakan pendapat paling kuat di kalangan ulama Hanabilah dan Syafi’iyyah. Kerena puasa Ramadhan merupakan kewajiban yang memiliki landasan syar’i yang tidak boleh diqadha’ orang lain serta tidak boleh diwakilkan pelaksanaannya pada orang lain ketika seseorang masih hidup atau setelah meninggal. Hal ini seperti ketentuan dalam shalat. (Al Mughni IV,398, Nihayah Al Muhtaj III, 184, Bidayatu al Mujtahid I, 299, I’lam Al Muwaqqi’in IV, 390).

Para ulama yang menyepakati pendapat di atas berselisih pendapat tentang fidyah yang menjadi kewajiban dan dibebankan kepada wali atau keluarga almarhum atas qadha’ puasa yang belum dibayarnya. Para ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah berpendapat bahwa tidak wajib bagi wali atau keluarga untuk membayar fidyah atas nama almarhum kecuali jika almarhum mewasiatkan hal tersebut. Jika sebelum meninggal ia berwasiat untuk membayar fidyah atas namanya, maka fidyah itu mesti dibayar dari 1/3 harta yang ditinggalkan.

Adapun menurut ulama Hanabilah dan pendapat masyhur para ulama Syafi’iyyah wajib bagi wali atau keluarganya mengeluarkan fidyah. Baik berwasiat atau tidak. Hal ini seperti riwayat dari Aisyah dan Ibnu Abbas, Al Laits, Al Awza’i, AlTsauri, Ibnu ’Aliyyah, Abu Ubaid dan lain-lain. (Al Mughni IV, 398, Bidayah Al Mujtahid I, 299, 300, Al Majmu’ VI, 368, 398, 371).

Kedua, menurut qaul qadimnya (pendapat lama) Imam Syafi’i dalam kitab Al Hujjah berpendapat wali atau keluarganya boleh (tidak wajib) mengqadha’ puasa atas nama orang yang telah meninggal atau menggantinya dengan cara membayar fidyah. Dan pendapat ini dipakai oleh Imam Nawawi (muhaqqiq mazhab) dan Abu Al Khaththab Al Hanbali. Sebagai dalilnya, mereka mengemukakan hadis shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah.

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

“Orang yang meninggal dunia dan meninggalkan hutang puasa, maka walinya harus berpuasa untuk membayarkan hutangnya.” (HR.Bukhari dan Muslim). ( Al Mughni IV, 398, Nihayah Al Muhtaj III, 14, Al Majmu’ VI, 368, 369, 372,).

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …

manfaat tidur

Hati-hati, Ternyata Ada Tidur yang Membatalkan Puasa

Pemahaman tekstual terhadap dalil agama bisa berakibat fatal. Pemaknaan apa adanya tersebut berkontribusi memberikan informasi …