kitab belut
kitab belut

Fikih Nusantara (23): Kitab Belut Karya Syeikh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid al Jawi

Syeikh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid merupakan ulama Nusantara asal Bogor yang lahir pada tanggal 14 Sya’ban 1278 H/14 Pebruari 1862 M. Kemudian lebih akrab dengan sapaan Syeikh ‘Atharid al Bughuri. Bughuri adalah penyebutan Arab untuk kota Bogor.

Kitab yang ditulisnya merespon perdebatan tentang halal dan haramnya satu hewan yang banyak ditemui di Nusantara, yaitu Belut. Sebagaimana ditulis dalam kitab ini, “Belut adalah jenis ikan yang panjang berwarna kuning, mirip ular, akan tetapi licin dan tidak bersisik, habitatnya di sungai, sawah, dan bebatuan dalam air”.

Pada masa itu, para ulama beda pendapat tentang halal dan haramnya belut. Sebagian mengatakan halal dan sebagian lainnya berpendapat haram. Terutama ulama Haramain yang mengharamkannya. Menurut mereka belut sama dengan ular.

Ulama-ulama Nusantara sendiri kala itu banyak yang menjadikan belut sebagai makanan favoritnya. Di antara yang suka mengkonsumsi Belut tercatat Syeikh Nawawi al Bantani, Syeikh Ahmad Khatib al Minangkabawi dan Syeikh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid. Sehingga ulama-ulama dari luar Nusantara mengejek mereka karena berprilaku seperti sapi dan memakan habasy (hewan sejenis ular).

Inilah yang perlu ditiru dari akhlak para ulama Nusantara. Mereka tidak marah ketika diejek begitu, sebab para ulama non Nusantara memang tidak tahu secara persis apa itu Belut. Mereka hanya tahu ular. Wajar kala melihat belut mereka menyangka ular. Untuk itu,  Syeikh ‘Atharid menulis kitab ini sebagai penjelasan ilmiah tentang hukum belut.

Kitab belut ini berjudul lengkap Al Shawa’iq al Muhriqah li al Auham al Kadzibah fi Bayan Hilli al Baluti wa al Raddi ‘ala man Harramahu. Kitab belut merupakan salah satu kitab fikih khas nusantara yang secara khusus membahas tentang hukum belut. Sehingga isu-isu yang dibahas hanya seputar hewan yang halal dan haram.

Pada halaman pengantar membahas muasal polemik hukum belut, kemudian pada muqaddimah menjelaskan klasifikasi hewan yang halal dan yang haram. Selanjutnya memuat nuqilan-nuqilan atau kutipan para ulama ahli tafsir dan disiplin ilmu yang lain tentang apa yang dimaksud lautan dalam firman Allah “Dihalalkan bagimu binatang laut”.

Ancaman bagi orang yang menghalalkan atau mengharamkan sesuatu tanpa dalil yang jelas menjadi pembahasan berikutnya. Berikutnya adalah etika berpendapat dalam agama. Kemudian kutipan pendapat-pendapat para ulama tentang hewan yang halal seperti belut.

Poin berikutnya menjelaskan apa itu Belut, bentuk dan karakternya. Lalu penjelasan bahwa belut adalah hewan air yang tidak bisa hidup di darat. Setelah ini penulis menjelaskan dalil-dalil sebagai bantahan terhadap pendapat yang mengharamkan Belut.

Kitab belut diakhiri dengan khatimah (kalam penutup) yang membahas hukum memakan beberapa jenis hewan seperti keong dan lain-lain.

Syeikh ‘Atharid selesai menulis kitab ini pada jam 9 malam Senin tanggal 8 Muharram tahun 1329H.

Bagikan Artikel ini:

About Ahmad Sada'i

Check Also

kitab wishah al ifrah

Fikih Nusantara (32): Kitab Wisyah al Ifrah Wa Isbah al Falah Karya Muhammad bin Isma’il Daud al Fathani

Kitab berbahasa Melayu yang ditulis dengan aksara Jawi ini sekali lagi membuktikan semangat ulama-ulama Melayu …

kitab al nadlhah al hasaniyah

Fikih Nusantara (31): Kitab Al Nadhah al Hasaniyah Karya Sayyid Muhsin Ali al Musawa al Falimbani

Semakin kita membuka dan membaca karya-karya ulama Nusantara, semakin kita paham bahwa mereka telah berusaha …