kaidah dahan pohon
kaidah dahan pohon

Kaidah Fikih: Dahan Pohon yang Tetap Kokoh Tanpa Akar

Kaidah berbicara tentang eksistensi cabang yang tetap diperhitungkan walaupun asalnya sudah tidak ada.


Ibarat sebuah pohon dengan akar yang menghunjam ke tanah, di saat akar tercerabut pohon menjadi tumbang dan ranting pun ikut tumbang. Ibarat sebuah bangunan di saat pondasi ambruk tembok pun ikut roboh. Itulah hukum alam yang berjalan sesuai koridor normalnya.

Namun, jika terjadi berkebalikan dengan hukum normalnya, ranting tetap kokoh saat akar tercerabut hingga pohon menjadi tumbang, tembok tetap berdiri tegak saat pondasi ambruk. Sekilas tampak tidak rasional, tidak normal, dan melawan sunnatullah (hukum alam).

Secara riil pada awal kemunculannya, keberadaan al-far’u sangat tergantung pada asal (al-ashl). Tidak mungkin ada ranting tanpa ada pohon dan akar, tidak dapat diterima keberadaan tembok tanpa berpijak di atas pondasi.

Lalu bagaimana jika terjadi dalam dunia hukum, cabang tetap eksis tanpa kehadiran asal? Inilah pembahasan kaidah berikut ini:

قَدْ يَثْبُتُ اْلفَرْعُ دُوْنَ اْلأَصْلِ

(qad yatsbutu al-far’u duna al-ashl)

Artinya: “Terkadang cabang tetap eksis (mandiri) tanpa keberadaan asal.”

Maksud kaidah ini bahwa dalam wilayah peradilan hukum terkadang cabang tetap mendapatkan hak, meskipun asal yang menjadi dasar kehadiran cabang sudah tidak ada. Oleh karena itu, terkadang dijumpai cabang yang tetap eksis tanpa kehadiran asal. Kaidah ini berlaku pada ranah ketetapan hak di hadapan hakim (pengadilan), bukan membahas awal kemunculan cabang dalam dunia nyata. 

Aplikasi kaidah: andaikata mantan istri mengklaim bahwa ia telah dijimak oleh mantan suaminya sebelum dicerai, namun sang mantan suami tidak membenarkan klaim mantan istrinya, maka istri yang dicerai tersebut tetap menjalani iddah lazimnya istri yang telah dijimak oleh suaminya, yakni tiga quru’ (suci/haid).

Dalam kasus ini keberadaan jimak merupakan asal yang menyebabkan sang istri yang dicerai harus menjalani iddah, sementara iddah merupakan cabang. Iddah tetap diberlakukan (al-far’u), meskipun jimak (al-ashl) tidak terbukti karena dibantah oleh suaminya.

Seorang suami yang mengklaim bahwa istrinya telah melakukan gugat cerai (khulu’), namun tidak dibenarkan oleh istrinya, maka terjadi talak bain. Meskipun gugat cerai telah dibantah oleh istri, namun cerai tetap berlaku.

Seorang anak hadir bersama seseorang dalam moment pembagian harta waris dari mendiang ayahnya. Anak tersebut mengaku bahwa orang yang sedang dia bawa bersamanya adalah saudaranya, sehingga orang tersebut juga berhak mendapat bagian harta waris. Sayangnya, tak seorang pun dari ahli waris yang membenarkan pengakuan anak tersebut dan dia juga tidak bisa membuktikan kebenaran pengakuannya.

Dalam kasus ini anak tersebut harus berbagi harta waris dengan orang yang diklaim sebagai saudaranya, meskipun kenyataan ini dibantah oleh semua ahli waris. Hubungan nasab merupakan asal yang mengakibatkan adanya hak waris (al-far’u), namun hak waris tetap diberlakukan (al-far’u), meskipun hubungan nasab tidak terbukti (al-ashl). Sebagai sanski atas pengakuan yang tidak dapat dibuktikan, maka bagian harta waris diambilkan khusus dari bagian si anak tersebut.

Hikmah kaidah dalam kehidupan: terkadang banyak dijumpai dalam realitas kehidupan, anak lebih eksis dari pada orang tuanya, murid lebih alim dari pada gurunya, karyawan lebih bisa memanej perusahaan dari pada atasannya.

Jangan putus asa dengan keberadaan latar belakang kita, jangan merasa minder karena terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja, bisa jadi kesuksesan kita melebihi mereka yang lahir dari keluarga tak biasa, karena usaha dan ikhtiar kita lebih ulet dan istikamah. []

Wallahu a’lam

Bagikan Artikel ini:

About Zainol Huda

Alumnus Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo dan Dosen STAI Miftahul Ulum Tarate Sumenep.

Check Also

kaidah fikih

Kaidah Fikih: Serahkan kepada Ahlinya

Merupakan anugerah terindah Sang Pencipta ketika manusia yang ditugaskan menjadi khalifah di bumi memiliki beragam …

tergesa-tergesa

Kaidah Fikih: Beginilah Akibat Tergesa-gesa

Watak dasar manusia memang dirancang oleh Sang Pencipta sebagai makhluk yang suka tergesa-gesa, terburu-buru, dan …