Tag Archives: belajar fikih

Kaidah Fikih: Menimbang Dua Hal Yang Kontradiktif

kaidah tentang kontradiksi

Kaidah ini berbicara tentang cara menimbang dua hal yang kontradiktif atau bertentangan. Mana kira-kira yang didahulukan? Kontradiksi adalah hukum alam (sunnatullah) yang sengaja diciptakan agar terjadi dialektika demi keberlangsungan alam itu sendiri. Dialektika dalam dunia filsafat merupakan teori Hegel yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang terdapat di alam semesta merupakan hasil dari pertentangan antara dua hal yang memunculkan hal baru, …

Read More »

Kaidah Fikih: Ketika Badai telah Berlalu

kaidah badai

Kaidah kali ini tentang hukum yang terhalangi pemberlakuannya karena ada rintangan. Ketika penghalang itu sudah tidak ada, hukum dapat diberlakukan kembali. Idealisme selalu menempel pada tataran konsep. Karena konsep merupakan hasil pemikiran yang ideal. Pada tataran praktik akan berhadapan dengan berbagai macam persoalan. Demikian juga dengan hukum, pada tataran konsep sangat ideal dan sempurna, namun praktik di lapangan akan mengalami …

Read More »

Kaidah Fikih: Jangan Salah Mengartikan Diam

diam

Kaidah berikut menerangkan tentang kondisi diam yang penuh dengan makna. Jangan salah mengartikan sikap diam. Diam itu emas, diam itu hikmah. Diam itu menandakan lemahnya iman di dada, diam itu pengecut. Masih banyak lagi kata mutiara yang menyoroti tentang makna diam. Diam bagaikan dua mata pisau yang dapat difungsikan untuk menyelamatkan atau bahkan mencelakakan. Suatu sikap yang kadang mendapat pujian …

Read More »

Kaidah Fikih: Pengikut Yang Belum Mandiri

Pengikut Belum Mandiri

Kaidah ini berbicara tentang status hukum pengikut yang belum mandiri. Kemandirian dalam segala hal merupakan impian setiap manusia. Mulai dari lingkup kecil seperti keluarga hingga lingkup yang lebih luas semisal negara. Kemandirian adalah kemerdekaan dalam bersikap dan berdaulat. Founding fathers bangsa Indonesia mencita-citakan agar negara ini berdikari, berdiri di atas kaki sendiri. Artinya, sebagai sebuah negara yang bercita-cita agar rakyatnya …

Read More »

Kaidah Fikih: Pemakluman Terhadap Pengikut

kaidah pemakluman hukum

Kaidah ini berbicara tentang barang atau seseorang yang berposisi sebagai sebagai tabi’, akan mendapatkan toleransi atau pemakluman hukum yang tidak bisa didapatkan ketika ia berposisi sebagai matbu’. Dinamika kehidupan harus berjalan mengikuti rumus keseimbangan. Keseimbangan merupakan sunnatullah yang harus dipatuhi oleh semua makhluk apapun di muka bumi ini. Jika terdapat pihak-pihak yang melawan rumus keseimbangan dengan melakukan upaya-upaya yang bertentangan, …

Read More »

Kaidah Fikih: Kesetiaan Seorang Pengikut

kesetiaan pengikut

Kaderisasi dalam sebuah organisasi itu penting. Keberlangsungan sebuah organisasi ditentukan oleh bagaimana merekrut dan merawat kader. Kaderisasi yang mengacu pada kualitas akan lebih efektif dari pada kaderisasi yang hanya mementingkan kuantitas. Tidak perlu banyak orang, yang terpenting adalah militansi dan loyalitas terhadap organisasi. Loyalitas dan militansi kader yang akan banyak berperan dalam menghidupkan roh organisasi. Oleh karena itu, membangun mental …

Read More »

Konsultasi Syariah: Darah Haid Nempel Sulit Dihilangkan, Najiskah?

darah haid

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Bagaimana hukum darah haid yang menempel kuat dan tidak bisa dihilangkan di kain; sarung atau baju. Bolehkah dipakai untuk shalat. Terima kasih jawabannya. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yuni, Karyawati Surabaya Walaikum salam warahmatullahi wabarakatuh Saudari Yuni yang semoga berbahagia, berbicara tentang darah. Imam Qurthubi berkata di kalangan Ulama’ (ahli Fikih) sepakat mengatakan bahwa darah itu hukumnya haram. Haram …

Read More »

Kaidah Fikih: Pengikut Jangan Ambil Keputusan Sendiri

kaidah pengikut

Kepatuhan terhadap pemimpin mutlak dibutuhkan untuk mencapai ketertiban dan stabilitas dalam menjalankan sebuah cita-cita bersama. Seorang pemimpin sangat dibutuhkan untuk mengambil keputusan-keputusan agar satu suara untuk diarahkan pada tujuan yang sama. Spirit pemimpin dan yang dipimpin atau pengikut dalam Islam tercermin dalam persoalan yang sangat sederhana, yakni dalam situasi perjalanan (musafir). Ketika melakukan perjalanan dengan melibatkan beberapa orang, hendaklah satu …

Read More »

Kaidah Fikih: Pengikut Harus Ikut

kaidah fikih pengikut

Dalam sebuah transaksi apapun, yang menjadi objek transaksi adakalanya benda atau barang yang mempunyai bagian yang dapat dipisahkan. Kadangkala satu kesatuan yang tak terpisah dan benar-benar menyatu. Ragam objek transaksi ini memunculkan status hukum yang berbeda terkait bagian-bagian tersebut. Apakah bagian itu menjadi include dalam transaksi tanpa disebutkan secara detail ataukah harus ditegaskan dalam akad? Kaidah berikut menjadi pijakan dalam …

Read More »

Kaidah Fikih: Menghentikan Potensi Kejelekan

haram menyimpan

Suatu barang yang haram jika dikonsumsi atau dimanfaatkan, haram pula untuk menyimpannya. Tindakan preventif sangat dibutuhkan dalam segala aspek kehidupan. Sikap sigap sebelum terjadi merupakan bentuk ikhtiar yang harus ditempuh sebelum menyerahkan sepenuhnya (tawakkal) kepada Yang Mahakuasa. Sedia payung sebelum hujan, begitu pepatah mengatakan. Tak terkecuali dalam syariat Islam, tindakan pencegahan ini menjadi salah satu dalil yang diperhitungkan dalam deretan …

Read More »

Kaidah Fikih: Stop Tularkan Keburukan

kaidah menularkan keburukan

Sesuatu yang buruk untuk diambil, tetap buruk ketika diberikan kepada orang lain. Kaidah ini menjadi pijakan untuk tidak menularkan keburukan. Islam sangat tegas dan tidak main-main dalam persoalan perkara haram. Tidak ada celah sedikit pun untuk praktik terlarang tersebut. Semua kran yang diduga akan mengalirkan barang haram harus ditutup rapat-rapat. Perlakuan tersebut berbeda dengan perkara wajib. Perintah wajib yang dibebankan …

Read More »

Kaidah Fikih: Menghargai Hasil Ijtihad

ijtihad

Hasil ijtihad yang terbaru dalam suatu persoalan tidak bisa menghapus ijtihad yang telah ada sebelumnya. Secara garis besar sumber hukum Islam hanya ada tiga: Al-Qur’an, Hadis, dan ijtihad. Untuk memudahkan beragam metode yang digunakan dalam kreasi ijtihad ini kemudian dibuatlah istilah-istilah yang membedakan satu metode dengan metode yang lain. Lalu muncul istilah ijma’, qiyas, istihsan, maslahah mursalah, dan lain sebagainya. …

Read More »

Kaidah Fikih: Setiap Ungkapan Memiliki Arti yang Mandiri

kaidah ungkapan 2

Kalimat yang terlontar menjadi sebuah ungkapan bahasa lisan bagaikan anak panah yang melesat dari busurnya. Anak panah itu meluncur begitu gesitnya menuju objek dan sasaran yang dituju. Saat lepas dari busurnya ia tak mungkin ditarik kembali. Dengan secepat kilat ia siap menancap di medan yang dituju oleh pemilik busur. Kalaupun salah sasaran ia tetaplah anak panah yang tak mungkin kembali. …

Read More »

Kaidah Fikih: Jangan Sembarang Mengartikan Sebuah Ungkapan

kaidah fikih ungkapan2

Masih seputar bahasa yang digunakan dalam percakapan. Sebuah ungkapan terkadang sangat detail penuh catatan dan terfokus pada objek tertentu, sehingga tidak ada peluang untuk menerima penafsiran lain. Di sisi lain, kadang kala sebuah ungkapan tidak disertai kriteria dan catatan khusus yang mengarah pada makna tertentu. Ungkapan seperti ini tentu memberikan kebebasan terhadap audiens untuk memberikan interpretasi tanpa batas. Jika ungkapan …

Read More »

Kaidah Fikih: Ungkapan Sebagian yang Mencakup Keseluruhan

kaidah fikih ungkapan

Maksud kaidah fikih kali ini bahwa ungkapan yang menyebutkan barang yang tidak mungkin terbagi maka dihukumi menyebut secara keseluruhan. Berbagai bahasa lisan muncul dalam percakapan sehari-hari. Bahasa menjadi unsur yang diperhitungkan dalam elemen budaya. Dengan bahasa manusia dapat mengekspresikan kehendak dan menciptakan budaya dalam masyarakatnya. Pemaknaan terhadap bahasa lisan mengharuskan untuk memahami konteks dan latar belakang budaya yang melingkupinya. Kadang …

Read More »

Kaidah Fikih: Tak Ada Ungkapan yang Sia-Sia

kaidah ungkapan

Dalam artikel sebelumnya telah dibahas kaidah-kaidah induk (asasiyah kubra) yang menjadi acuan dan disepakati semua mazhab fikih, kemudian disusul dengan kaidah-kaidah cabang yang menginduk kepadanya (ma yatafarra’u minha). Pembahasan selanjutnya akan dipaparkan kaidah-kaidah umum (kulliyah) yang juga diterima oleh semua mazhab, namun cakupannya lebih sempit di luar kaidah induk dan cabangnya (qawaid kulliyah ghair al-kubra). Dalam pembagian jenis kaidah fikih, …

Read More »

Ini Panduan Membayar Hutang Puasa Ramadan

niat senin kamis

Bagi sebagian muslim terutama kalangan perempuan mempunyai hutang puasa Ramadan tentu saja hampir semua mengalami. Karena secara kodrat mereka mengalami siklus haid bulanan yang melarang seseorang mengerjakan ibadah termasuk puasa. Tetapi tidak hanya perempuan, laki-laki juga kadang harus meninggalkan puasa karena halangan syar’I seperti sakit atau perjalanan. Tentu saja puasa yang telah ditinggalkan itu harus dibayar sebelum Ramadan tiba. Dalam …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Kelima: Dialektika Teks Dan Konteks

kaidah fikih perubahan hukum dan waktu

Tidak dapat dipungkiri bahwa waktu terus bergulir. Perkembangan dan perubahan menjadi sesuatu yang tak terbantahkan. Dalam rumus dunia tidak ada yang abadi, yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Terhadap perubahan yang melaju dengan cepat ini berbagai istilah bermunculan untuk menandai era dan zaman tertentu. Lalu muncul istilah generasi milenial, era 4.0, hingga era disrupsi. Perubahan adalah sunnatullah, hukum alam. Islam …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Kelima: Berpijak Pada Illat, Bukan Hikmah

kaidah illat

Sebuah ketentuan hukum idealnya mengacu dan berpijak di atas landasan argumentasi kemaslahatan. Kemaslahatan selalu menjadi motif dan puncak tujuan diundangkannya sebuah hukum. Demi stabilitas hukum, pondasi yang menjadi pijakan haruslah sesuatu yang jelas terukur dan terstandarisasi (mundlabith). Dalam rangka menciptakan standar baku, lalu dibuatlah rumah yang bernama illat (reason, alasan). Rumah illat ini sebagai upaya menjaring maslahat yang menjadi tujuan …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Kelima: Syarat yang Tak Tertulis

kaidah adat

Secara sederhana kaidah ini menegaskan bahwa kebiasaan yang sudah berlaku umum di tengah masyarakat disamakan dengan syarat yang sudah disepakati, walaupun tidak tertulis hitam di atas putih. Dalam kehidupan sosial terdapat norma-norma dan aturan yang harus ditaati dan mengikat setiap anggota masyarakat. Seorang sosiolog asal Prancis, Emile Durkheim menyebutnya dengan istilah fakta sosial. Menurutnya, fakta sosial diartikan sebagai gejala sosial …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Kelima: Kriteria Adat

kriteria tradisi

Adat atau tradisi bisa dijadikan salah satu pijakan dalam memutuskan hukum. Namun, tidak semua adat bisa diperlakukan sebagai pijak kecuali memenuhi kriteria. Adat atau tradisi yang dapat dijadikan pijakan dalam memutuskan suatu hukum harus memenuhi kriteria dan batasan-batasan tertentu. Tidak semua adat secara bebas dapat dijadikan pedoman sebagai penentu hitam putih sebuah hukum. Di antara kriteria dan batasan adat adalah …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Kelima: Adat Sebagai Tolak Ukur

adat tolak ukur

Adat atau kebiasaan dapat dijadikan tolak ukur dalam memutuskan perkara, kecuali ada bukti yang membantahnya. Dalam dunia peradilan Islam, pendakwa (mudda’i) harus mendatangkan bukti-bukti dan saksi, sementara terdakwa (mudda’a ‘alaih) cukup dengan bersumpah untuk menyangkal tuduhan-tuduhan yang diarahkan terhadap dirinya (al-bayyinah ‘ala manidda’a wa al-yamin ‘ala man ankara). Hal itu merupakan pedoman bagi hakim dalam memutuskan sengketa. Selain itu, ada …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Keempat: Memposisikan Hajat

kaidah fikih hajat

Permudah, jangan mempersulit! Petuah Sang Nabi yang banyak mengilhami dan menginspirasi para ulama’ dalam berijtihad mencetuskan aturan-aturan hukum fikih terkait dengan rukhshah (dispensasi hukum). Dispensasi yang diberikan tidak hanya berkaitan dengan persoalan darurat saja. Namun, hal-hal yang menjadi kebutuhan dan hajat hidup orang banyak juga tak luput dari perhatian. Meskipun kadar derajatnya berada satu tingkat di bawah darurat, hajat pada …

Read More »

Rokok Haram, Negara Paceklik: Solusi Fikih atas Persoalan Dilematis

hukum rokok

Perdebatan soal status hukum rokok memang tiada habisnya. Satu sisi ada yang melarang dengan status haram, tetapi juga ada yang membolehkan dengan status mubah. Persoalan ini memang mirip bagaimana negara bersikap. Kampanye bidang kesehatan tentu akan melarang rokok, tetapi hal itu juga tidak diikuti pelarangan di sektor perdagangan. Labudda, sektor industri rokok menopang bisnis dan investasi di Indonesia. Fantastik, rokok …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Keempat: Darurat Tak Menggugurkan Hak

darurat dan hak

Dalam kondisi terdesak dan terpaksa seseorang diperbolehkan melakukan hal yang dilarang dan yang tidak dibolehkan dalam keadaan normal. Sebagaimana kaidah al-dlarurat tubihul mahdhurat. Kenyataan yang terjadi terkadang tindakan tersebut bersangkut paut dengan hak orang lain. Artinya, kebolehan dalam kondisi darurat tidak lantas menegasikan hak yang lain. Islam sangat menjaga dan menghormati hak orang lain. Lalu apakah dispensasi hukum yang disebabkan …

Read More »