Belajar fikih

Fikih Banjir : Bagaimana Status Barang yang Terhanyut Banjir?

fikih banjir

Untuk beberapa hari kedepan, hingga bulan maret nanti, BMKG memprediksi, Jakarta akan tetap diguyur hujan, dan tentu, banjir akan diprediksi menjadi tantangan warga Jakarta dan sekitarnya. Banjir ibarat tamu yang tak diharapkan, namun begitu, ia tetap akan menjadi hantu menakutkan. Banjir selalu menyisakan isak duka. Banyak yang kehilangan nyawa dalam bencana alam ini. Banyak pula yang kehilangan harta bendanya. Hanyut …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Ketiga: Lakukan Yang Ringan, Hindari Yang Berat

kaidah fikih 1

Segala bentuk mudarat memiliki level tersendiri. Ketika dikaji dari berbagai sudut pandang tentu setiap mudarat tidak berada pada derajat yang sama. Setiap mudarat pasti memiliki efek dan dampak yang berbeda satu sama lain, baik secara kualitas maupun kuantitas. Jika untuk mencegah suatu mudarat tidak menemukan solusi kecuali dengan cara melakukan mudarat lain, maka diperkenankan dengan catatan mudarat yang hendak dijadikan …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Ketiga: Mencegah Mudarat, Bukan Menimbulkan Mudarat Baru

kaidah fikih

Kaidah induk ketiga menyatakan bahwa segala bentuk kemudaratan harus dihindari dan dicegah jangan sampai terjadi. Kalaupun sudah terjadi harus ada upaya untuk menghilangkan dan memberantasnya. Namun, bukan berarti bebas-lepas bertindak semaunya dalam rangka pencegahan terhadap kemudaratan. Harapannya, pencegahan kemudaratan yang dilakukan haruslah mendatangkan kemaslahatan dan manfaat yang dapat dirasakan mulai lingkup kecil hingga lingkup yang sangat luas. Kaidah cabang ketiga …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Kedua: Dhan (Dugaan Kuat) yang Ternyata Salah

kaidah fikih praduga salah

Dalam situasi tertentu terkadang terjadi kekaburan dalam menentukan langkah yang harus diambil terkait dengan perilaku yang berhubungan dengan fikih. Situasi semacam itu mengharuskan adanya ijtihad (usaha keras untuk mencapai sesuatu yang dituju). Ijtihad di sini posisinya menempati level dhan, dugaan kuat yang mencapai 75%. Tentunya, dengan berpijak pada dhan inilah Islam mempersilahkan untuk melangsungkan dan melaksanakan hasil ijtihad tersebut. Bahkan, …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Ketiga: Metode Mencegah Kemudaratan

terorisme dalam pandangan fikih

Kaidah induk ketiga yakni al-dharar yuzal (kemudratan harus dihilangkan) merupakan tujuan universal seluruh aturan syariat Islam, yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dan mencegah datangnya kemudaratan (jalb al-mashalih wa dar’u al-mafasid). Ada beberapa cabang kaidah yang bernaung dan menginduk kepada kaidah ini, antara lain sebagai berikut: الَضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِاْلاِمْكَانِ.  (al-dharar yudfa’u biqadri al-imkan) “Kemudaratan harus dicegah sesuai kadar kemampuan/sebisa mungkin” Kemudaratan …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Kedua: Buanglah Praduga Dan Prasangka!

kaidah praduga

Dalam teori hukum Islam atau fikih, dugaan dan sangkaan mempunyai kadar tingkat kekuatan yang berbeda-beda. Kalkulasi tersebut didasarkan atas peluang kemungkinan yang akan terjadi. Secara sederhana ada tiga istilah untuk mengkategorikan level dugaan dan sangkaan, yaitu wahm, syak, dan dhan. Level terendah dugaan adalah wahm, yakni praduga yang sifatnya diperkirakan hanya 25% jika dikalkulasi dalam prosentase. Syak adalah level tengah, …

Read More »

Mengenal Darah Haid dan Tata Cara Mandi Setelah Haid

haid

Kata haid menurut bahasa artinya adalah banjir/mengalir. Secara istilah syara’, haid ialah darah yang keluar dari rahim perempuan dalam keadaan sehat, bukan semasa melahirkan bayi atau semasa sakit, dan keluar dalam masa yang tertentu. Ciri Haid Kebiasaannya, warna darah haid adalah hitam, sangat panas, terasa sakit, dan berbau busuk. Ahli fikih bersepakat darah yang keluar pada masa-masa haid setiap bulan …

Read More »

Cerai: Syariat yang Tak Direstui (Bagian 3)

cerai 3

Ruju’: Sebuah Kesempatan Emas Perceraian (arab: thalaq) sejatinya, bukanlah akhir dari segalanya. Justru ia menjadi pintu kedua untuk mendapatkan nuansa ‘pengantin baru’ lagi. Konflik hebat yang berujung perceraian, sesungguhnya adalah wahana untuk menanam kembali benih benih cinta yang sempat ternista, di tengah ladang subur asmara yang penuh dengan keterbukaan, pengertian, saling memahami apa yang mesti dipertanggungjawabkan, keharmonisan, kejujuran. Tak heran, …

Read More »

Cerai: Syariat Yang Tak Direstui (Bagian 2)

talaq 2

Iddah: Derita Tertata Bagi Wanita Wanita akan senantiasa dihantui perasaan gundah gulana, tidak menetu, was-was, galau, hingga ia mendapat pasangan dalam hidupnya. Oleh karena itu, perceraian, apapun alasannya, akan selalu meninggalkan jejak isak duka yang begitu mendalam bagi kaum wanita. Sulit bagi wanita untuk secepat kilat melupakan kenangan monumental dengan sang suami. Duka ini akan semakin sempurna tatkala ia harus …

Read More »

Cerai : Syari’at Yang Tak Direstui (Bagian 1)

talak dalam Islam

Konsep Dasar Fikih tentang “Thalaq” Tujuh tahun membina rumah tangga dengan Mellya Juniarti. Bukanlah jaminan bagi keluarga Ustadz Abdul Somad (UAS) untuk tetap bertahan dalam sebuah keutuhan. Dilanda masalah pelik selama empat tahun sebelumnya. Akhirnya UAS angkat tangan. Tanda Beliau menyerah. UAS bukan hanya berpangku tangan. Segala usaha sudah ia tempuh, untuk mengurai benang kusut rumah tangganya. Namun, jalan buntu …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Kedua: Asas Praduga Tak Bersalah

kaidah fikih

Logika hukum asas praduga tak bersalah sudah lumrah terdengar dalam dunia hukum. Meskipun tafsir dari asas praduga tak bersalah masih menjadi perdebatan yang tak kunjung berakhir pada kata sampai. Bahkan, Gus Dur pernah melontarkan tandingan dengan redaksi pembuktian terbalik. Senada dengan Gus Dur, Mahfud MD juga pernah menawarkan tandingan, asas praduga bersalah yang pernah disampaikan dalam acara Indonesian Lawyer Club …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Kedua: Arti Penting Ketegasan Dalam Pernyataan

fikih

Antara petunjuk yang dihasilkan dari pembacaan situasi, kondisi, perilaku, sikap dan gerak-gerik seseorang terkadang berlawanan dengan pernyataan tegas yang diungkapkan melalui sebuah bahasa. Kaidah berikut hadir guna menyikapi persoalan ini, yang berbunyi: لاَعِبْرَةَ بِالدَّلاَلةِ فِيْ مُقَابَلَةِ التَّصْرِيْحِ.  (la ‘ibrata biddalalah fi muqabalati al-tashrih) “Dalalah tidak bisa dijadikan pijakan hukum jika bertentangan dengan tashrih” Sejatinya setiap manusia menyampaikan kehendak dan keinginannya …

Read More »

Kaidah Fikih Cabang Kedua: Makna Sebuah Ungkapan

kaidah fikih 2

Ungkapan menjadi sebuah sarana yang mewakili maksud dan tujuan pemiliknya. Dengan ungkapan seseorang mampu menyampaikan pesan kepada audien dan berharap penerima dan pendengar bisa menangkap maksud dan isi pesan yang disampaikan. Pemahaman yang sama antara orang pertama (mutakallim) dan orang kedua (audien/sami’/mukhatab) inilah yang menjadi prasyarat sebuah ungkapan yang sempurna (baca: kalam). Ketika sebuah ungkapan lepas dari pemiliknya dan menjadi …

Read More »

Kaidah Cabang Kedua: Misteri Sang Waktu

misteri waktu

Masih berbicara soal asal, dasar, prinsip, kaidah cabang kedua ini terus mengembangkan segala kemungkinan hal-hal yang terkait dengan isu tersebut. Lingkup kemungkinan itu dijaring salah satunya dengan kaidah berikut ini: اَلأَصْلُ اِضَافَةُ اْلحاَدِثِ اِلى أَقْرَبِ اَوْقَاتهِ.  (al-ashlu idlafatul hadits ila aqrabi awqatihi) “Secara prinsip kejadian baru harus dikaitkan dengan waktu yang paling dekat” Ketika terjadi perselisihan tentang waktu terjadinya sebuah …

Read More »

Kaidah Cabang Kedua: Asal Mula Kebaruan adalah Ketiadaan

asal mula kebaruan

Kaidah yang bernaung dan menginduk pada kaidah kedua (al-yaqin la yuzal bis syakki) selalu berbicara soal dasar, asal, pada mulanya, pada hakikatnya, secara prinsip, dan lain-lain. Hal yang dasar dijadikan pijakan dan acuan adanya keyakinan yang bersemayam di dalamnya, sehingga tidak goyah dengan datangnya keraguan yang muncul belakangan. Di antara beberapa kaidah cabang yang menginduk kepada kaidah kedua berbunyi: اَلأَصْلُ …

Read More »

5 Bahaya Riba Yang Jarang Diketahui

bahaya riba

Siapa yang tidak kenal dengan riba? Iya, riba merupakan kegiatan melebihkan jumlah pinjaman dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada si peminjam. Seperti yang kita ketahui bahwa hukum riba sendiri adalah haram. Tujuan dari haramnya riba sendiri bukan tidak ada alasan, justru karena riba banyak bahayanya maka riba diharamkan. Bahkan tidak sedikit orang yang tidak mengetahui bahaya dari riba itu …

Read More »

Kaidah Cabang Kedua : Yang Lalu Biar Berlalu

yang lalu

Terdapat beberapa cabang kaidah yang bernaung di bawah kaidah induk kedua yakni, al-yaqin la yuzal bissyakki (keyakinan tidak bisa dikalahkan dengan keraguan). Di antara kaidah cabang yang menginduk kepada kaidah ini adalah kaidah yang berbunyi: اَلْقَدِيْمُ يُتْرَكُ عَلى قِدَمِهِ. (al-qadim yutraku ‘ala qidamihi) “Sesuatu yang telah ada sebelumnya dibiarkan sebagaimana adanya” “Yang lalu biarkan berlalu” Dimaksud dengan qadim dalam kaidah …

Read More »

Kaidah Fikih Induk Kelima : Berpijak di atas Tradisi

kaidah induk empat

Kaidah fikih induk (qawaid al-asasiyah al-kubra) yang kelimaberbunyi: اَلْعَادَةُ مُحَكَّمَةٌ (al-‘adah muhakkamah) “Tradisi/urf dapat dijadikan pijakan hukum” Adat sebagai pijakan hukum fikih sudah memiliki legalitas dari teks keagamaan. Seperti yang pernah disinggung dalam surat al-Nisa’ ayat 19: وَعَاشِرُوْهُنَّ بِاْلمَعْرُوْفِ Artinya: “Gaulilah mereka dengan pergaulan yang sudah dikenal secara turun temurun dari keluarganya” (QS. An-Nisa’: 19) Senada dengan ayat ini, sabda …

Read More »

Kaidah Cabang Pertama: Subtansi Harus Didahulukan

kaidah cabang pertama

Kaidah induk yang berjumlah lima (qawaid al-asasiyah al-kubra) telah diulas tuntas dalam artikel-artikel sebelumnya. Sebagai kaidah induk, sebagaimana dipaparkan di awal, menaungi kaidah lain yang menjadi cabang. Tulisan ini dan berikutnya akan mengulas kaidah-kaidah yang menjadi cabang dari kaidah induk tersebut. Dimulai dari cabang kaidah induk pertama yang berbunyi, al-umur bi maqashidiha (segala sesuatu tergantung pada tujuannya). Kaidah ini memiliki …

Read More »

Kaidah Fikih Induk Keempat: Kesulitan vs Kemudahan

hurairah

Kaidah fikih induk (qawaid al-asasiyah al-kubra) yang keempat berbunyi:  اَلمْشَقَّةُ تجَْلِبُ التَّيْسِيْرَ.  (al-masyaqqah tajlibut taisir) “Kesulitan akan membawa kemudahan/sengsara membawa nikmat” Kaidah ini mempunyai rujukan nash yang kuat. Rujukan utama terdapat dalam ayat Al-Qur’an berikut ini:  يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ. Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS. Al-Baqarah: 185). وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ …

Read More »

Ketika Masuk Masjid Jangan Lupa Shalat Dua Rakaat, Begini Hukum dan Caranya

Terkadang hal sunnah terabaikan Padahal seandainya pahala sunnah diberikan di dunia umat Islam tidak akan pernah melalaikannya Bahkan akan bertanya apakah tidak ada sunnah yang lain Apalagi yang wajib Oleh karena balasannya menjadi rahasia Allah kebanyakan umat Islam memandang perbuatan yang hukumnya sunnah sebagai sesuatu yang seolah tidak bernilai Seperti shalat dua rakaat ketika masuk masjid yang lazim disebut shalat …

Read More »

Hukum Rajam dalam Islam

Rajam merupakan praktek hukuman untuk pelaku zina yang sudah atau pernah menikah dengan cara ditimpuk batu hingga mati Tentang hukuman raja mini ulama berbeda pendapat Sebagian kelompok yang menolak dan sebagian yang menerima diberlakukannya hukum rajam ini Bagi kelompok yang menolak berpendapat bahwa rajam melebihi sanksi yang ada dalam Alquran Mereka cenderung yakin bahwa rajam sudah digantikan oleh cambuk dalam …

Read More »

Kaidah Fikih Induk Pertama: Niat

kaidah induk pertama

Seperti yang telah diulas dalam artikel sebelumya tentang jenis kaidah fikih bahwa terdapat 5 kaidah yang dikategorikan sebagai kaidah induk (qawaid al-asasiyah al-kubra) yang menaungi kaidah-kaidah lain yang menjadi cabang. Tulisan ini akan mengulas kaidah pertama yang berbunyi: َاْلأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا “Segala sesuatu tergantung pada tujuannya” Kaidah ini merujuk pada hadis yang sangat populer, yaitu: إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ …

Read More »

Kaidah Fikih Induk Kedua: Keyakinan vs Keraguan

kaidah induk kedua

Kaidah fikih induk (qawaid al-asasiyah al-kubra) yang kedua berbunyi: اَلْيَقِيْنُ لاَ يُزَالُ بِالشَّكِّ (al-yaqin la yuzal bissyakki) “Keyakinan tidak bisa dikalahkan dengan keraguan” Kaidah ini merujuk pada hadis riwayat Muslim berikut: إِذَا شَكَّ أَحَدكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى فَلْيَطْرَحْ اَلشَّكّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اِسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُد سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ. Artinya: “Apabila salah seorang di antara kalian ragu …

Read More »

Kaidah Fikih Induk Ketiga: Tidak Boleh Ada Mudharat

kaidah induk ketiga

Kaidah fikih induk (qawaid al-asasiyah al-kubra) yang ketiga berbunyi: أَلضَّرَرُ يُزَالُ. (al-dlarar yuzal) “Kemudaratan harus dihilangkan” Kaidah ini merujuk pada hadis riwayat Ibnu Majah, bahkan sebagian ulama’ mencantumkan hadis ini langsung sebagai bunyi kaidah induk ketiga: لاَضَرَرَ وَلاَضِرَارَ. Artinya: “Tidak boleh membuat mudarat (orang lain) dan tidak boleh membalas mudarat (yang dilakukan orang lain)”. (HR. Ibnu Majah, No: 2340). Makna …

Read More »